Ungkapan Siegel tersebut termaktub dalam karya riset berjudul "Kiblat and the Mediatic Jew" pada Jurnal Indonesia edisi Nomor 69/2000 terbitan Cornell University. Lebih jauh, Siegel melacak keberadaan Protocols of the Elders of Zion yang turut menjadi literatur utama anti-semitisme.
Padahal, teks “Protocols of the Elders of Zion” sampai sekarang masih diperdebatkan keabsahannya sebagai teks yang dicipta oleh jaringan Zionis. Pada versi lain, teks ini disebut sengaja diciptakan oleh barisan politik di Jerman sebagai bagian pertarungan narasi.
Bagaimana menarik pelajaran dari kisah-kisah yang terhampar di Malaysia dan catatan soal salah kaprah dalam isu anti-semitisme ini?
Kiranya perlu ada kedewasaan dari warga Indonesia untuk membaca dan berinteraksi secara lebih luas. Meski kecaman terhadap kolonialisasi termaktub dalam konstitusi yang menjadi dasar kritik keras pemerintah Indonesia terhadap Israel, interaksi dengan komunitas Yahudi tetap diperlukan.
Terlebih lagi, komunitas-komunitas Yahudi toh sejatinya ada di negeri ini. Interaksi tanpa prasangka menjadi penting untuk saling belajar dalam konteks kultur dan pengetahuan antar-komunitas warga negeri ini.
Membangun interaksi tentu saja harus dengan cara pandang untuk mengenal satu sama lain, tanpa ada rasa curiga, tanpa mengenal prasangka.
Kebencian seringkali muncul hanya karena perbedaan cara memahami sesuatu. Untuk melawan kebencian atau prasangka mutlak harus ada upaya untuk saling mengenal, memberi ruang bagi komunitas-komunitas marginal muncul di ranah publik untuk memulai interaksi.
Jangan sampai kebencian hanya menjadi isu politik dan komoditas untuk membangun kekuasaan. Lagi pula, bagaimana pula ceritanya kita bisa membenci tanpa pernah saling mengenal satu sama sekali?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.