Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munawir Aziz
Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, Penulis Sejumlah Buku

Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, menulis buku Bapak Tionghoa Nusantara: Gus Dur, Politik Minoritas dan Strategi Kebudayaan (Kompas, 2020) dan Melawan Antisemitisme (forthcoming, 2020).

Salah Kaprah Anti-semitisme, Cerita dari Malaysia

Kompas.com - 30/04/2018, 11:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PM Mahathir secara terus-menerus menggaungkan isu ini untuk mengonsolidasi barisan pemilihnya agar memiliki imajinasi yang sama.

Pada Agustus 1984, misalnya, agenda konser New York Philharmonic Orchestra dibatalkan sepihak. Apa yang salah? Ernst Bloch, komposer dari orkestra itu dianggap sebagai orang Yahudi dan beberapa komposisi yang akan ditampilkan berasal dari melodi Hebrew.

Lalu, pada 1986, Mahathir juga menolak izin terbit The Asia Wall Street Journal selama tiga bulan. Alasannya, media ini dianggap dikendalikan oleh orang Yahudi.

Mahathir mengembuskan ketakutan sekaligus kebencian pada simbol-simbol Yahudi serta zionis di ruang publik, yang mempengaruhi persepsi warga Malaysia. Pada 1997, Mahathir berpidato, “We are Moslems, and the Jews are not happy to see Moslems progress.”

Masalahnya, di Malaysia anti-semitisme berkembang dengan ketiadaan interaksi sama sekali dengan komunitas Yahudi. Anti-semitisme yang diembuskan penguasa untuk membangun imajinasi "Yahudi membenci kemajuan Islam" merupakan kampanye politik.

Padahal, warga Malaysia bahkan tidak pernah—untuk tidak menyebut jarang sekali—berinteraksi dengan komunitas Yahudi di negeri itu. Ruang publik yang memfasilitasi interaksi ini nyaris tidak ada.

Moshe Yegar, seorang diplomat Israel, menyebut kondisi ini sebagai "Anti-Semitism without Jews".

Salah kaprah narasi anti-semitisme

Semitisme sebenarnya penyebutan yang ditujukan kepada sejumlah ras manusia, termasuk Yahudi, Arab, Suryaniah, Babilonia, Kan’an, Malteses, dan beberapa ras lain, yang sebagian besar bermukim di Timur Tengah.

(Baca juga: Membangun Narasi Keberagaman)

Namun, istilah anti-semitisme kemudian mengalami pergeseran, lebih ditujukan sebagai kebencian terhadap kelompok Yahudi, terutama sejak akhir abad XIX.

Jurnalis Jerman, Wilhelm Marr, pada 1879 mempublikasikan pamflet "Der Weg zum Siege des Germanenthums uber das Judentum"—terjemahan bebasnya kurang lebih, "Cara kemenangan Jerman atas Yahudi"—yang seolah mem-framing bahwa anti-semitisme dikhususkan hanya kepada komunitas Yahudi.

Di Indonesia, anti-semitisme juga mengakar dalam kultur dan cara pandang warga negeri ini. Riset Martin van Bruinessen berjudul "Yahudi sebagai Simbol dalam Wacana Pemikiran Islam Indonesia Masa Kini" melacak ketertarikan warga Indonesia terhadap isu anti-semitisme.

Menurut van Bruinessen, anti-semitisme di Indonesia mulai merebak pada 1980-an, terutama setelah terbitnya buku-buku tentang gerakan Freemason sebagai organisasi klandestin orang Yahudi.

Pada kurun itu mulai beredar juga buku yang mengungkap isu anti-semit terbitan Liga Muslim Dunia atau Rabithah al-‘Alam al-Islami.

James Siegel, Indonesianis yang meriset isu-isu anti-semitisme dan politik minoritas, mengungkap, “Sejak lama telah ada anti-semitisme di Indonesia dan meningkat secara drastis pada masa pemerintahan Soeharto.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan Agar Anggaran Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com