JAKARTA. KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak perlu sampai membuat rancangan PKPU terkait larangan mantan napi korupsi menjadi caleg.
Menurut dia, parpol pastinya menjaring kader-kader yang berintegritas dan jelas rekam jejaknya demi meraih suara.
“Kalau parpol, orangnya enggak ada latar belakang benar, enggak mungkin. Karena dia butuh suara," kata Yasona Laoly di Graha Pengayoman Kemenkumham, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
“Konyol juga partai politik (kalau) nanti mengajukan (caleg bermasalah),” tambahnya.
Dia menyarankan KPU lebih baik menyusun regulasi teknis mengenai penyelenggaraan pemilu.
Baca juga : Meski Rentan Digugat, KPU Tetap Larang Mantan Napi Korupsi Maju Pileg 2019
Ia mengatakan ide aturan yang melarang mantan napi korupsi maju dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 baik, tetapi jangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
KPU, kata Yasonna, memang memiliki kewenangan untuk menafsirkan pasal terkait syarat pencalonan anggota legislatif dalam UU Pemilu.
Di dalam UU itu, aturan mengenai calon legislatif mantan narapidana korupsi termuat dalam Pasal 240. Pasal tersebut berbunyi seorang mantan terpidana yang dipidana lima tahun penjara tetap bisa mendaftar sebagai caleg selama ia mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana.
Baca juga : KPU Siapkan Dua Opsi Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg
Maka dari itu, Yasonna pun meminta KPU lebih baik menyerahkan rekrutmen caleg kepada partai politik.
“Kasih saja ke parpol. Siapa sih yang mau mencalonkan koruptor," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Komisioner KPU RI Hasyim Asyari mengatakan pelarangan itu akan dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pileg mendatang untuk pertama kalinya.
KPU menyiapkan dua opsi untuk mengatur larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif.