Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Praperadilan soal Century Cermin Tak Jelasnya Hukum Acara

Kompas.com - 12/04/2018, 18:18 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang digugat Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait kelanjutan penanganan kasus Century menuai polemik.

Dalam putusannya, hakim memerintahkan KPK untuk melakukan proses hukum selanjutnya dalam kasus korupsi Bank Century, dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliawan D. Hadad, Raden Pardede, dan kawan-kawan sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya.

Intitute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, putusan tersebut menunjukkan bahwa hukum acara praperadilan di Indonesia belum detil dan komprehensif.

Baca juga : DPR Minta KPK Selesaikan Kasus Bank Century Tanpa Kegaduhan

Putusan tersebut dianggap akan menjadi preseden di dunia peradilan.

"Bahwa Pengadilan dapat memerintahkan seseorang dijadikan tersangka, maka akan menambah hukum acara praperadilan semakin tidak jelas," kata Direktur Eksekutif ICJR Anggara melalui keterangan tertulis, Kamis (12/4/2018).

Berdasarkan hasil penelitian ICJR pada 2013 terkait praktik praperadilan, ditemukan bahwa hakim menerapkan hukum acara praperadilan yang berbeda-beda.

Bahkan, dalam beberapa kasus, hakim masuk ke dalam pokok perkara. Namun, pada kebanyakan sidang, hakim hanya menguji konteks formal dari praperadilan.

Anggara mengatakan, alasan mendasar dari persoalan ini adalah Indonesia tidak memiliki pengaturan praperadilan yang memadai.

"Pengaturan hukum acara praperadilan di KUHAP masih sangat singkat dan karenanya tidak memadai sebagai mekanisme kontrol," kata Anggara.

Baca juga : Tanpa Putusan Praperadilan, KPK Tetap Usut Kasus Bank Century

Belakangan Mahkamah memperluas objek praperadilan dengan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 dengan memasukkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan.

Penambahan kewenangan tersebut, kata Anggara, tidak diimbangi dengan pengaturan yang cukup dalam praperadilan.

Selain itu, cara menguji dan hukum acara yang digunakan berbeda-beda menyebabkan hakim tidak menerapkan kepastian hukum dan efektifitas.

"Sehingga akan menimbulkan kerugian konstitusional bagi para pencari keadilan," kata Anggara.

Anggara meminta ketidakjelasan hukum tersebut harus segera dibenahi. Sebab, lembaga praperadilan merupakan pranata penting untuk menjamin hak-hak tersangka dalam Sistem Peradilan Pidana.

Banyaknya ketentuan baru sebagai bagian dari upaya paksa haruslah diiringi dengan mekanisme pengawasan terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagai bentuk penjaminan dan perlindungan terhadap hak-hak tersangka.

"Atas dasar tersebut, pemerintah harus segera mengambil langkah responsif dan terukur untuk menjamin adanya pengaturan tentang Hukum Acara Praperadilan yang lebih komprehensif, salah satunya dengan cara menerbitkan aturan transisi berupa Peraturan Pemerintah," kata Anggara.

Kompas TV MA masih mengkaji putusan yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan, untuk menetapkan Boediono sebagai tersangka dalam kasus Bank Century.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com