JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung (MA) akan menaikkan biaya perkara uji materiil dari Rp 1 juta menjadi Rp 5 juta. Rencana itu sudah masuk dalam draf Peraturan MA (Perma) dan sudah dikirimkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk diundangkan.
Namun, rencana MA itu menuai kritik dari beberapa lembaga swadaya masyarakat. Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari, misalnya, menilai MA sedang berupaya membuat jarak dengan rakyat.
"MA masih terlalu jauh dengan masyarakat yang mencari keadilan," ujar Feri dalam acara diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (9/4/2018).
(Baca juga: MA Usul Biaya Perkara Naik Jadi Rp 5 Juta, untuk Apa Saja?)
"Luput untuk para pencari keadilan karena dalam mengajukan perkara, Mahkamah masih suka membebani biaya yang cukup besar kepada publik," sambungnya.
Di tempat yang sama, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai, rencana kenaikan biaya perkara uji materiil di MA jelas-jelas akan membebani masyarakat yang membawa perkara ke MA.
Saat ini saja, ucap dia, dengan biaya perkara uji materiil Rp 1 juta, masyarakat sudah terbebani. Padahal, di Mahkamah Konstitusi (MK), pengajuan uji materiil tidak dipungut biaya.
(Baca juga: Sidang Uji Materiil Tertutup Tuai Kritik, Ini Penjelasan MA)
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengatakan, draf aturan terkait dengan kenaikan biaya perkara uji materiil di MA sudah dikirimkan ke Kemenkumham sejak Desember 2017. Namun, sudah empat bulan, aturan itu masih mangkrak di Kemenkumham.
Ia mengatakan, rencana kenaikan biaya perkara uji materiil bukan tanpa alasan. Hal itu menurut dia untuk kepentingan pengumuman hasil uji materiil kepada publik.