Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Sebut Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg sebagai Perluasan Tafsir UU

Kompas.com - 05/04/2018, 08:20 WIB
Moh Nadlir,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan mengatakan, usulan mengenai larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon legslatif pada Pemilu Legislatif atau Pileg 2019 merupakan bentuk perluasan tafsir dari Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

"KPU memperluas tafsir dari undang-undang, yakni dengan menambahkan norma baru berupa ketentuan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg," kata Wahyu di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (4/4/2018).

Menurut KPU, perluasan tafsir larangan mantan narapida korupsi menjadi caleg itu berasal dari Pasal 240 Ayat 1 huruf (g) UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017.

Bunyinya, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan.

Persyaratan itu yakni tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

"Usul larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg itu tercantum pada Pasal 8 huruf (j) PKPU Pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota," ucap Wahyu.

(Baca juga: Mahfud Nilai Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg Sebaiknya Diatur UU)

Larangan yang dicantumkan dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Pileg 2019 tersebut juga punya tujuan mengedukasi pemilih.

"Aturan ini juga memberi edukasi bagi pemilih untuk memilih wakil rakyat dengan rekam jejak yang baik," kata Wahyu.

KPU juga beralasan, tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang luar biasa, sama halnya dengan kejahatan seksual anak dan narkotika.

Karena itu, mantan narapidana korupsi, mantan narapidana pelaku kejahatan seksual anak, dan mantan narapidana bandar narkotika tak boleh mendaftar sebagai caleg di semua tingkatan.

"Sebelumnya hanya mantan pelaku kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkotika yang dilarang, maka kami tambah ketentuan yang baru itu," ujar Wahyu.

Diketahui, rancangan PKPU tersebut telah disampaikan kepada Komisi II DPR RI Selasa kemarin, (3/4/2018). Rencananya, KPU akan membahasnya pada rapat dengar pendapat Senin depan (9/4/2018).

Tak hanya itu, KPU juga rencananya akan melakukan uji publik rancangan PKPU tentang Pecalonan Pileg 2019 tersebut hari ini, Kamis (5/4/2018).

Sebelumnya, KPU menyatakan, mantan narapidana kasus korupsi tidak layak menduduk jabatan publik karena telah berkhianat terhadap jabatan sebelumnya.

Apalagi, kata KPU, semua masyarakat tentunya ingin punya wakil rakyat yang bersih, jujur dan amanah.

Dengan pelarangan mantan narapidana korupsi tersebut, KPU berharap partai politik akan lebih selektif memilih calonnya.

Kompas TV Aturan Komisi Pemilihan Umum mengharuskan presiden petahana mengambil cuti saat kampanye.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com