JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai, masyarakat perlu hati-hati memilih wakil rakyat dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019 mendatang. Jangan sampai memilih caleg yang punya rekam jejak korupsi.
"Publik luas harus menghukum wakil rakyat yang terbukti korupsi dengan tidak memilih kembali di Pilleg," ujar Sekjen Fitra Yenny Sucipto dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Yenny menuturkan, banyak kasus korupsi yang menjerat wakil rakyat di DPRD. Misalnya yang masih segar yaitu korupsi massal yang terjadi di kota Malang.
(Baca juga: KPK Dukung KPU soal Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg)
KPK menetapkan 18 anggota DPRD Malang dan Wali Kota Malang sebagai tersangka dalam kasus suap pemulusan APBD-P Kota Malang tahun anggaran 2015.
Menurut Fitra, total uang suap untuk anggota dewan tersebut sebesar Rp700 juta, masing-masing mendapatkan uang belasan sampai ratusan juta rupiah.
Tak hanya di Malang, korupsi masal yang melibatkan anggota DPRD juga terjadi di DPRD Sumatera Utara. KPK juga menetapkan 38 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka kasus suap.
Suap itu terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban tahun anggaran 2012-2014, persetujuan perubahan APBD tahun anggaran 2013-2014, pengesahan APBD tahun anggaran 2014-2015, dan menginterpensi DPRD untuk penolakan penggunaan hak interpelasi pada tahun 2015.
(Baca juga: Fadli Zon Minta Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Dikaji Ulang)
Menurut Fitra, total uang suap untuk anggota dewan Sumut mencapai belasan miliar rupiah, masing-masing mendapatkan uang suap sebesar Rp 300 sampai Rp 350 juta.
Peneliti Fitra Gurnadi Ridwan mengatakan, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) harus menjadi database monitoring pejabat.
Hal tersebut dinilai penting untuk mengecek harta tidak wajar. KPK juga dinilai perlu mengingatkan para elite yang malas melapor LHKPN.
Menurut dia, berdasarkan data Direktorat PP LHKPN KPK tahun 2015, ditemukan tingkat kepatuhan rata-rata pejabat negara hanya mencapai 69 persen, dimana legislatif merupakan lembaga dengan persentasi kepatuhan terendah yaitu hannya mencapai 26 persen.