Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Delik Korupsi dalam RKUHP Berpotensi Pangkas Kewenangan KPK

Kompas.com - 12/03/2018, 16:34 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti wacana kodifikasi delik korupsi ke dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Berdasarkan draf RKUHP per 2 Februari 2018, ketentuan mengenai delik atau tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 687-696.

Selain itu, sebagian ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) diadopsi ke RKUHP.

"Terkait dengan isu pemberantasan korupsi, wacana kodifikasi delik korupsi ke dalam RKUHP masih memunculkan persoalan yang berpotensi memberangus kewenangan lembaga independen seperti KPK, dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi," ujar anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter kepada Kompas.com, Senin (12/3/2018).

Menurut Lalola, kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam UU KPK tidak lagi berlaku jika RKUHP disahkan.

(Baca juga: Polemik RKUHP, dari Menjerat Ranah Privat sampai Mengancam Demokrasi)

Pada akhirnya, Lalola menilai, KPK hanya akan menjadi "Komisi Pencegahan Korupsi" karena tidak dapat melakukan penindakan dan penuntutan.

Kewenangan KPK sendiri tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK). Pasal itu secara spesifik menyebutkan bahwa KPK berwenang menindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor.

Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, kata Laola, maka kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus korupsi nantinya akan beralih kepada kejaksaan dan kepolisian.

Sebab, kedua institusi ini dapat menangani kasus korupsi yang diatur selain dalam UU Tipikor.

"Meski Pemerintah dan DPR kerap berdalih bahwa jika RKUHP disahkan tidak akan mengganggu kerja KPK, namun kenyataannya justru dapat sebaliknya. Artinya KPK tidak lagi berwenang menangani kasus korupsi yang diatur dalam KUHP," kata Lalola.

(Baca juga: Jika Disahkan, RUU KUHP Berpotensi "Bunuh" KPK)

Berdasarkan sejumlah catatan tersebut, ICW menolak wacana pengaturan delik korupsi dimasukkan ke dalam RKUHP.

"DPR dan Pemerintah sebaiknya mengakomodasi usulan perubahan maupun penambahan delik korupsi dalam Revisi UU Tipikor dan tidak memaksakan dicantumkan meskipun terbatas kedalam RKUHP," tuturnya.

Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo telah memperpanjang masa kerja Panja Rancangan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada masa persidangan IV tahun sidang 2017-2018.

Bambang memprediksi RKUHP dapat dituntaskan pada akhir masa sidang yakni pada bulan April 2018.

"RKUHP kita sudah melakukan perpanjangan terhadap Panja RUU KUHP untuk masa sidang yang akan kita jalani. Mudah-mudahan masa sidang ini bisa kita selesaikan dan tuntaskan sebelum tutup masa sidang," ujar Bambang saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/3/2018).

Kompas TV Massa dari sejumlah organisasi, Sabtu (11/3) menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, meminta agar pembahasan RUU KUHP dihentikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com