Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Panggil Tim Perumus RKUHP, Bahas Pasal LGBT hingga Penghinaan Presiden

Kompas.com - 08/03/2018, 08:22 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memanggil tim perumus Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ke Istana Merdeka, Jakarta, kemarin, Rabu (7/3/2018).

"Presiden sangat concern terhadap kritik-kritik yang dilemparkan masyarakat terkait RKUHP," ujar Ketua Tim Perumus RKUHP Muladi, usai pertemuan.

Ada empat pasal yang dibahas tim perumus dengan Jokowi. Empat pasal itu adalah pasal penghinaan kepada kepala negara, pasal mengenai lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), pasal tindak pidana korupsi, dan pasal hukuman mati.

Soal pasal LGBT, dalam KUHP sekarang hanya diatur homoseksual terhadap anak di bawah umur. Di RKUHP, tim memperluas cakupannya dengan memasukkan unsur pornografi, dilakukan dengan kekerasan, ancaman dan atau dipublikasikan.

Namun, tim perumus menyadari bahwa LGBT pada dasarnya masuk ke ranah privat. Dengan demikian, selama praktik LGBT tidak mengganggu orang lain dan ketertiban umum, maka tidak diatur dalam RKUHP.

"Kalau LGBT private, tidak mengganggu orang lain, itu tidak diatur. Itu sikap kami," ujar Muladi.

(Baca juga: Polemik RKUHP, dari Menjerat Ranah Privat sampai Mengancam Demokrasi)

Soal pasal tindak pidana korupsi, Muladi membantah pasal itu akan memasung KPK. Adapun yang diatur dalam RKUHP adalah core crime atau aturan inti.

Sementara, tugas pokok fungsi lembaga sama sekali dikembalikan ke undang-undang yang memayungi KPK, yakni UU KPK.

"Malah kami ini memperkaya dengan menambahkan unsur memperkaya diri sendiri secara tidak sah, penyuapan lembaga internasional dan sebagainya," kata Muladi.

Ketiga, soal hukuman mati. Muladi mengatakan, tim perumus memutuskan untuk tak menghapusnya dalam RKUHP. Hanya saja, tim memasukkan ketentuan yang lebih fleksibel demi mengakomodasi hak asasi manusia.

Hukuman mati tetap menjadi sanksi bagi pelaku tindak pidana narkoba dan tindakan pembunuhan berencana. Namun, RKUHP juga mengatur pelaku yang ingin bertobat.

"Ada pasal soal pidana mati bersyarat. Apabila terpidana mati dalam jangka waktu tertentu menunjukkan kelakuan baik, bisa dievaluasi hukumannya. Ini jalan tengah bagi Indonesia," ujar Muladi.

Terakhir, yakni soal pasal penghinaan terhadap presiden. Anggota tim perumus RKUHP Enny Nurbaningsih mengatakan, pasal itu berbeda dengan pasal yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Itu sudah berubah total dari rumusan semula Pasal 134 dan Pasal 137 KUHP (yang sudah dibatalkan MK). Pada RKUHP ada kejelasan sedemikian rupa bahwa ada perbedaan di antara menghina dan mengkritik. Bahkan bagian penjelasan pasal penghinaan itu paling panjang. Jadi itu sangat jelas bedanya," ujar Enny.

Dengan penjelasan dari tim perumus, Presiden pun mendapatkan gambaran utuh soal pasal-pasal kontroversial pada RKUHP.

"Isu-isu yang selama ini, entah soal pelemahan terhadap KPK, sama sekali enggak ada dan enggak terbukti," ujar Enny.

Dengan demikian, Presiden Jokowi pun berharap agar RKUHP tidak lagi mentok di DPR RI. Ia berharap RKUHP diputuskan secepat mungkin.

Kompas TV Presiden Joko Widodo mengundang pakar hukum ke Istana Presiden pada Rabu (28/2) kemarin untuk melakukan diskusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com