Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan dan Pemberdayaan Perempuan Harus Dimulai Sejak Lahir

Kompas.com - 08/03/2018, 21:30 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu cara efektif dalam meningkatkan produktivitas Indonesia adalah melalui pemberdayaan perempuan

Sehingga, pembangunan dan pemberdayaan perempuan harus dimulai sejak lahir.

"Sebagian perempuan usia produktif nanti itu, sudah lahir saat ini. Jadi menurut saya, enggak ada waktu yang lebih baik untuk investasi ke perempuan dan anak perempuan daripada hari ini," kata Peneliti Kebijakan Dedek Prayudi, yang juga calon legislator PSI, dalam diskusi publik Hari Perempuan Internasional di DPP PSI, Jakarta, Kamis (8/3/2018).

(Baca juga: PSI Ingin Bawa Kepentingan Perempuan di Parlemen pada Pileg 2019)

Menurut mantan peneliti di Lembaga Demografi FEB UI itu, negara perlu melakukan investasi jangka panjang terhadap perempuan, salah satunya dengan menjamin kesehatan dan pendidikan perempuan.

Apabila negara mampu melakukan itu, maka kesuksesan Indonesia dalam memetik dampak positif dari bonus demografi semakin besar.

"Kalau perempuan mengarah ke putus sekolah, menikah di bawah umur, punya banyak anak, bekerja di sektor informal, gaji rendah, kita akan gagal memetik bonus demografi," katanya.

Ia memaparkan, puncak bonus demografi di Indonesia bisa mencapai 305 juta jiwa. 31 persen dari total penduduk adalah perempuan usia produktif. Namun, perempuan umur 15-19 tahun dan umur 25-29 tahun semakin menjauh dari angkatan kerja.

Agar perempuan aktif di angkatan kerja, ia menyarankan agar batasan kerja antara laki-laki dan perempuan harus dikurangi. Lalu, diperlukan kebijakan yang bisa mendorong perempuan masuk ke angkatan kerja secara layak.

 

Perbaikan kebijakan

Pria yang pernah meneliti untuk United Nations Population Fund (UNFPA) ini mengungkapkan bahwa salah satu perbaikan kebijakan mendasar dalam pemberdayaan perempuan adalah menambah batasan minimal usia pernikahan perempuan dari 16 tahun ke 18 tahun untuk menghindari dampak pernikahan dini.

Sebab, selain banyaknya perempuan yang bekerja di sektor informal dan kondisi gaji yang rendah, maraknya pernikahan perempuan di bawah umur semakin memperkeruh upaya pemberdayaan perempuan.

(Baca juga: Perempuan Alami Kekerasan di Jakarta, Telepon 112)

Pemerintah juga harus melaksanakan pembangunan berorientasi pada peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan dengan prinsip pemberdayaan dan kesetaraan gender.

"Dibutuhkan perundang-undangan dan kebijakan yang mengakomodir dan atau kebutuhan ibu atau women friendly pada sistem ketenagakerjaan yang terintegrasikan pada aturan perpajakan, kesehatan, dan pendidikan," ujarnya.

Dedek mencontohkan di antaranya fasilitas childcare bersubsidi, insentif pajak bagi perempuan, pelatihan dan pendidikan ekonomi perempuan yang disesuaikan dengan potensi ekonomi daerah, penyediaan sarana dan prasarana menyusui pada lingkungan kerja dan kuota minimum pekerja perempuan di lembaga pemerintah dan rekanan pemerintahan.

"Kalau di luar negeri itu sudah terjadi, kalau lembaga atau perusahaan mau dapat tender dari pemerintah harus menunjukkan keterwakilan perempuan sekian persen. Kalau di Indonesia belum," kata dia.

Pemberdayaan perempuan, kata Dedek, bukan sekadar permasalahan perempuan melainkan juga permasalahan pembangunan nasional. Jika perempuan diberdayakan, maka pembangunan nasional di masa depan akan turut sukses.

Kompas TV Jelang peringatan Hari Perempuan Internasional, UN Women bersama Indonesia Business Coalition For Women Empowerment, menggelar 'He For She' run 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com