Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"MoU Silakan, tapi Kembalikan Uang Korupsi Tak Hilangkan Pidana"

Kompas.com - 04/03/2018, 18:38 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Center for Budget Analysis Ucok Sky Khadafi menilai, kesepakatan antara Polri, Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan, dan Aparat Pengawas Internal Pemerintahan tidak layak dijalankan.

Ia menganggap kesepakatan itu hanya akan menyuburkan korupsi di Indonesia lantaran seseorang yang telah mengembalikan uang hasil korupsi dinyatakan bebas dari tindak pidana. Selain itu, lanjut Ucok, meskipun seseorang mengembalikan uang yang dikorupsinya, tindak pidananya tidak serta merta hilang.

"Sebetulnya, MoU silakan, tapi jangan kalau polisi itu menemukan yang namanya data korupsi dan sudah ditangkap, dijadikan tersangka, dan dia mengembalikan duit, secara otomatis tindak pidananya tidak hilang," kata Ucok saat ditemui di Cikini, Jakarta, Minggu (4/3/2018).

Ia menambahkan, semestinya polisi dalam bekerja lebih mengedepankan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bukan kesepakatan yang baru saja ditandatangani itu.

Sebab, kata dia, MoU itu merupakan kesepakatan politik yang kedudukannya di bawah Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi selaku produk hukum tetap.

(Baca juga: KPK Yakin MoU Kemendagri Tak Atur Soal Hilangnya Pidana Asal Kembalikan Uang Korupsi)

Menurut Ucok, adanya kesepakatan itu menunjukkan pemberantasan korupsi seolah disetir oleh kesepakatan politik.

"Berapa pun nilainya, kalau memang terbukti ya sudah, langsung masuk ke ranah hukum. Jangan menunggu dikembalikan (uangnya). Kalau kayak begitu, nanti semua ditangkap polisi, nanti dikembalikan (uangnya)," kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri, dan aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.

Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, dalam kesepakatan tersebut, oknum pejabat pemerintahan daerah yang terindikasi melakukan korupsi bisa dihentikan perkaranya jika mengembalikan uang yang dikorupsinya.

"Kalau masih penyelidikan kemudian si tersangka mengembalikan uangnya, kami lihat mungkin persoalan ini tidak kami lanjutkan ke penyidikan," kata Ari di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (28/2/2018).

Meski demikian, penghentian perkara dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati. Polri atau Kejaksaan Agung terlebih dahulu berkoordinasi dengan APIP untuk melakukan penelitian di internal pemerintahan daerah yang terindikasi korupsi.

Jika APIP hanya menemukan indikasi pelanggaran administrasi, hal itu  akan ditangani di internal kelembagaan. Sebaliknya, apabila ditemukan unsur tindak pidana, aparat hukum menindaklanjutinya.

"Kalau memang itu pelanggaran administrasi, akan ditindaklanjuti oleh APIP. Kalau memang tindak pidana, APIP akan menyerahkan ke APH, apakah itu nanti Kejaksaan atau Kepolisian," ujar Ari.

Namun, kata dia, oknum pejabat daerah yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan berniat mengembalikan uang negara yang dikorupsi,  Polri atau Kejagung bisa mempertimbangkan penghentian perkara yang bersangkutan.

Kabareskrim menambahkan, anggaran penanganan perkara korupsi di kepolisian kerap kali lebih tinggi dibandingkan kerugian negara dari korupsi dengan jumlah yang kecil.

Anggaran penanganan korupsi per perkara di kepolisian Rp 208 juta.

"Nah kalau yang dikorupsi Rp 100 juta negara, kan, tekor, nanti belum penuntutan berapa lagi, sampai dengan masa pemidanaan," ujar Ari.

Kompas TV Kemendagri tetap meminta kepada pihak berwenang untuk mengungkap kasus korupsi dan mendukung KPK dalam melakukan OTT kepada pejabat negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com