JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) resmi mengusung Presiden Jokowi sebagai calon presiden pada Pemilu 2019. Deklarasi tersebut dilakukan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ketiga PDI-P di Grand Inna Beach, Sanur, Bali, Jumat (23/2/2018).
Proses deklarasi ini berkaitan erat dengan obrolan Jokowi dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di Istana Batu Tulis, Bogor, Selasa (20/2/2018). Jokowi pun mengakui pertemuan dengan Megawati malam itu membahas Pilpres.
"Ya, kalau saya ngomong (tidak berbicara mengenai pilpres), kan, namanya bohong. Iya, saya berbicara mengenai pilpres," ujar Presiden Jokowi saat ditemui di Kompleks Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (21/2/2018).
Baca juga : Sambil Nikmati Nasi Jambal, Jokowi dan Megawati Bahas Isu Terkini
Tak hanya deklarasi pencapresan Jokowi di Pemilu 2019, sejumlah keputusan politik penting bagi PDI-P juga lahir dari pertemuan di Istana Batu Tulis.
Di tempat yang sama menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2009, Megawati dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menggelar pertemuan untuk penentuan pencapresan. Saat itu, masing-masing partai menghendaki pimpinannya untuk menjadi calon presiden (capres).
Demikian pula saat PDI-P mengusung Jokowi di Pemilu 2019, Mega dan mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebelumnya kerap berdiskusi di sana.
Hingga akhirnya, Mega yakin untuk mengusung Jokowi di Pemilu 2014 dan hampir semua proses pendalaman ihwal diri Jokowi berlangsung di sana
Baca juga : Bercanda soal Batu Tulis, Fadli Zon Dapat Lirikan Tajam Prabowo
Istana Batu Tulis tentu memiliki arti penting bagi PDI-P, khususnya Megawati. Di sana lah ayahandanya, Sang Proklamator Presiden Soekarno, pernah meminta jasadnya untuk disemayamkan.
Namun melalui Keputusan Presiden No. 40 Tahun 1970 Presiden Soekarno memutuskan Sang Proklamator dimakamkan di kota kelahirannya, Blitar, Jawa Timur.
Istana yang kini dimiliki keluarga Presiden Soekarno itu, dalam perjalanannya, kerap dijadikan Megawati untuk mengambil sejumlah keputusan politik penting.
Pura Dalem Sakenan
Namun, pencapresan Jokowi kemarin tak hanya identik dengan simbol keluarga Soekarno yang lekat dengan PDI-P. Jokowi juga memilih lokasi lainnya untuk menanggapi pencapresannya di Pura Dalem Sakenan, Denpasar, Bali.
Pura Dalem Sakenan merupakan tempat suci bagi pemeluk agama Hindu. Tempat ini merupakan tempat memohon kesejahteraan dan keselamatan umat manusia. Karenanya, kerap dilaksanakan upacara Pujawali setiap enam bulan sekali setiap Sabtu Kliwon Wuku Kuningan di sana.
Tempat ini juga merupakan istana bagi Sang Hyang Sandhijaya, sang penjaga samudera dan dunia dari malapetaka.
Saat itu, Jokowi di sana terlebih dahulu membagikan sertifikat tanah kepada masyarakat di sana. Setelah itu, ia menyediakan waktu bagi wartawan yang telah menantinya di depan Pura.
Jokowi terlihat santai dan tak terburu waktu saat melayani wartawan yang menanyainya soal pencapresan dirinya sebagai bagian dari keputusan Rakernas PDI-P. Selama lima menit dengan sabar, santai, serta penuh keriangan ia menjawab pertanyaan wartawan.
"Calon pendamping? Saya sebutkan sekarang ya namanya. Namanya adalah Ibu Iriana," seloroh Jokowi.
Para wartawan yang sedari tadi mengiranya serius lantas tertawa.
"Yaah bapak, bukan itu Pak. Cawapres," balas para wartawan.
Makna simbolis
Menanggapi simbolisasi pencapresan Jokowi, Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira mengatakan Megawati merupakan sosok yang lekat dengan kontemplasi di balik setiap keputusan politiknya.
"Kalau kita perhatikan ya itulah. Ibu Mega kan selalu tampil dalam wajah politik yang elegan. Yang dia yakini betul. Kita bisa lihat bagaimana proses yang terjadi, ada kontemplasi khusus di situ," kata Andreas.
Hal senada disampaikan politisi PDI-P sekaligus putri Megawati, Puan Maharani. Ia menilai segala simbol yang hadir dalam pencapresan Jokowi kembali mengingatkan bahwa Presiden ke depannya ialah penjaga mandat Pancasila di semua sektor kehidupan masyarakat.
"Simbol itu kan tergantung bagaimana kemudian persepsi orang masing-masing. Tapi yang pasti itu yang harus dijaga ke depan bahwa presiden yang nanti pads periode 2019, harus mengedepankan pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan toleransi beragama," tutur Puan.
Dan sebagaimana yang harus diingat, bicara pencapresan tentunya merupakan urusan republik ini. Meminjam makna Republic yang dipopulerkan filsuf Plato, yang berarti res publica, atau urusan orang banyak.
Dengan demikian, urusan pencapresan juga melibatkan nasib rakyat yang dipimpin, bukan hanya segelintir elit politik. Dan di tangan rakyat lah masa depan pencapresan Jokowi ditentukan.