Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Hukum Terpinggirkan di Rezim Jokowi

Kompas.com - 23/02/2018, 21:52 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Indonesia Corruption Watch Donal Fariz menilai sektor hukum tidak mendapatkan perhatian dalam era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Hal ini bisa dilihat dari kisruh pengesahan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD menjadi Undang-Undang MD3.

Pemerintah dan DPR sudah mengesahkan revisi tersebut dalam rapat paripurna beberapa waktu lalu. Namun, belakangan muncul kritik dari masyarakat karena tiga pasal dalam UU itu dianggap memberikan kuasa berlebih kepada DPR.

Setelah muncul penolakan publik, Presiden Joko Widodo pun mempertimbangkan untuk tidak menandatangani UU MD3.

Donal menilai, hal yang kontraproduktif ini bisa terjadi karena sejak awal Jokowi tak pernah memberikan perhatian pada sektor hukum.

"Hukum terpinggirkan di rezim Jokowi. Pemerintah sibuk membangun infrastruktur fisik, tapi infrastruktur hukum dan demokrasi terabaikan," kata Donal dalam diskusi di Jakarta, Jumat (23/2/2018).

(Baca juga: Soal UU MD3, Jokowi Diminta Mengaku Kecolongan, Tegur Menkumham, dan Rilis Perppu)

Donal menambahkan, terabaikannya sektor hukum di era Jokowi juga bisa dilihat dari tidak adanya pakar-pakar hukum yang profesional baik di kabinet maupun di lingkar istana.

Posisi penting seperti Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Hukum dan HAM, hingga Jaksa Agung justru diisi oleh politisi.

"Coba sebutkan siapa pakar hukum yang ada di pemerintahan Jokowi? Enggak ada," kata Donal Fariz.

Bahkan, Donal melihat pakar-pakar hukum tidak pernah diundang ke Istana Kepresidenan untuk melakukan diskusi. Jokowi hanya sibuk mengundang tokoh agama. Selain itu, Jokowi juga sibuk mengundang kelompok seniman, budayawan dan pegiat media sosial.

"Tapi tidak pernah terjadi dialog-dialog tentang masalah hukum seperti di era SBY dulu," ucap Donal.

Donal pun meminta Jokowi mengambil langkah konkret apabila tidak sepakat dengan sejumlah pasal kontroversial dalam UU MD3. Dia menilai, tidak cukup apabila Jokowi tidak menandatangani UU tersebut.

Sebab, apabila tidak ditandatangani Jokowi, UU MD3 tetap otomatis berlaku setelah 30 hari disahkan.

"Tanda tangan itu hanya formalitas saja," ucap Donal.

Catatan Kompas.com, ada tiga pasal dalam UU MD3 yang mendapat penolakan dari publik. Pertama, Pasal 73. Pasal itu mewajibkan polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.

Lalu, Pasal 122 huruf k, di mana Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Ada juga Pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.

Kompas TV Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan jika Presiden Joko Widodo belum menandatangangi UU MD3.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com