SANUR, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menganggap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly telah bekerja dengan baik saat mengawal proses penyusunan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 bersama DPR.
Karena itu, Hasto menilai tidak ada yang salah meskipun Yasonna mengaku tak melaporkan kepada Presiden Jokowi adanya sejumlah pasal kontroversial terkait imunitas DPR dalam UU MD3.
"Pak Yasonna kan sudah menjalankan fungsinya, menjalankan dialog-dialog dengan setiap fraksi di DPR," kata Hasto di Prime Plaza Hotel, Sanur, Bali, Jakarta, Jumat (23/2/2018).
Lagipula, lanjut Hasto, peran DPR dalam menyusun undang-undang lebih dominan daripada pemerintah yang diwakili oleh Yasonna Laoly.
(Baca juga: Demokrat Minta Jokowi Pecat Yasonna untuk Buktikan UU MD3 Bukan Pencitraan)
Hasto menambahkan, bagi pihak yang menolak UU MD3 sebaiknya segera menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia juga menilai wajar jika Presiden tidak menandatangani Undang-undang MD3 yang telah disahkan. Sebab, lanjut Hasto, di era Presiden kelima Megawati Soekarnoputri, ada beberapa undang-undang yang tak ditandatangani namun tetap berlaku.
Saat ditanya apakah Presiden perlu mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) jika tak sepakat dengan Undang-Undang MD3, Hasto menjawab hal itu tak perlu dilakukan.
"Ya perppu itu kan untuk kondisi yang darurat. Memangnya kita sedang darurat," ujar Hasto.
(Baca juga: Tindakan Menteri Yasonna Tak Lapor Presiden soal UU MD3 Dianggap Fatal)
Sebelumnya, Presiden Jokowi diketahui enggan menandatangani revisi Undang-Undang MD3 yang telah disetujui bersama antara pemerintah dan DPR. Hal itu diungkapkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Selasa (20/2/2018).
Sikap ini kemudian menuai kritik. Apalagi, Jokowi memastikan tidak akan membuat perppu terkait UU MD3. Ia lebih memilih mendukung masyarakat untuk ramai-ramai menggugat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya kira hal-hal tidak akan sampai ke sana. Yang tidak setuju, silakan berbondong- bondong ke MK untuk di-judicial review," ujar Presiden Jokowi, Rabu (21/2/2018).