Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Penodaan Agama Dinilai Kerap Dipakai untuk Mendiskriminasi Minoritas

Kompas.com - 20/02/2018, 21:18 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) Al Khanif berpendapat bahwa norma yang terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama) selama ini telah ditafsirkan oleh suatu kelompok untuk mendiskriminasi hak-hak individu atau kelompok lain.

Pasal itu menyebutkan, "Setiap  orang dilarang  dengan  sengaja  di  muka umum menceritakan, menganjurkan dan  mengusahakan  dukungan  umum, untuk  melakukan penafsiran  tentang sesuatu  agama  yang  dianut  di Indonesia  atau  melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu".

Akibatnya, muncul perlakuan yang berbeda terhadap individu atau kelompok yang dianggap mempunyai penafsiran yang berbeda dari kelompok mayoritas

"Saya berpendapat bahwa norma-norma yang ada dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 selama ini telah ditafsirkan oleh suatu kelompok untuk mendiskriminasi hak-hak individu atau kelompok lain," ujar Khanif saat memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2017).

"Penafsiran ini menurut saya telah mengingkari dimensi theisme dan humanisme Pancasila karena telah mengakibatkan perlakuan yang berbeda terhadap individu atau kelompok yang dianggap mempunyai penafsiran yang berbeda dari kelompok mayoritas," tuturnya.

(Baca juga: "Sebelum 1998, Ahmadiyah dan Syiah Tak disebut Melakukan Penodaan Agama")

Seperti diketahui, undang-undang tersebut telah menjadi dasar munculnya peraturan pemerintah pusat maupun daerah yang mendikriminasi kelompok minoritas seperti Ahmadiyah dan Syiah.

Peraturan tersebut antara lain Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008, Nomor KEP-033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia dan Warga Masyarakat (SKB Tiga Menteri).

Selain itu, menurut catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), setidaknya ada lima provinsi dan 22 kabupaten/kota yang resmi melakukan pelarangan seluruh aktivitas komunitas Jemaah Ahmadiyah.

"Ada individu, kelompok maupun unsur pemerintahan yang menggunakan norma dalam UU tersebut untuk membatasi dan mendiskriminasi kelompok lain," tutur Khanif.

Oleh sebab itu, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember itu meminta MK memberikan kerangka penafsiran dalam pasal tersebut terutama dalam frasa "melakukan penafsiran tentang sesuatu  agama  yang  dianut  di Indonesia".

Selain untuk menghormati dimensi humanisme Pancasila, penafsiran MK juga diperlukan untuk membatasi penerapan konsep teokrasi yang selama ini digunakan oleh sekelompok orang untuk melindungi kepentingan mereka sendiri.

"Mahkamah Konstitusi (MK) harus memberikan kerangka penafsiran terhadap norma-norma yang ada di pasal-pasal tersebut agar penafsiran MK kemudian menjadi rujukan oleh warga negara Indonesia" kata Khanif.

Kompas TV Komnas HAM meminta pemerintah memberi wadah kepada jemaah Ahmadiyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com