JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat kembali dilaporkan ke Dewan Etik.
Kali ini, Arief dilaporkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) atas pelanggaran etik dan perilaku hakim.
Laporan tersebut berkaitan dengan perbuatan Arief yang diduga mengunggah tulisan di sebuah grup WhatsApp.
Koordinator Program PBHI Julius Ibrani mengungkapkan, pesan yang diunggah Arief berisi tentang komentar secara terbuka atas perkara yang sudah diputus Mahkamah Konstitusi, yakni putusan MK No 46/PUU-XIV/2016.
Selain itu, kata Julius, pesan tersebut juga mengandung kata-kata kasar serta informasi yang tidak benar dan menyesatkan.
(Baca juga: 76 Guru Besar Menilai Hakim MK yang Melanggar Etik Bukan Negarawan)
"Secara implisit, substansi pesan yang diduga diunggah oleh terlapor ke dalam grup WhatsApp tersebut juga memperlihatkan sikap terlapor yang berpihak dan condong kepada pihak pemohon perkara, sekaligus menstigma atau mendiskreditkan komunitas tertentu, sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia," ujar Julius saat ditemui di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2018).
Menurut Julius, Arief diduga telah melanggar peraturan Mahkamah Konstitusi No 09/PMK/2006 tentang Kode Etik dan Prilaku Hakim Konstitusi.
Ia menuturkan, setidaknya ada lima prinsip yang telah dilanggar, yakni prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kepantasan dan kesopanan, prinsip kesetaraan dan prinsip kecakapan dan keseksamaan.
"PBHI berharap Dewan Etik MK melakukan pemeriksaan terhadap terlapor dan memberikan sanksi yang tegas bila yang bersangkutan terbukti bersalah," kata Julius.
Dalam laporannya tersebut, PBHI juga menyertakan lampiran pesan yang diduga diunggah oleh Arief dalam sebuah grup WhatsApp.
Sebelumnya, Arief juga pernah dilaporkan ke Dewan Etik MK atas dugaan pelanggaran kode etik pada Rabu (31/1/2018) lalu. Arief dilaporkan Abdul Ghoffar, seorang peneliti MK.
(Baca juga: Baru Kali Ini dalam Sejarah, MK Mengomentari Putusannya Sendiri)
Ghoffar menuturkan, pelaporan tersebut berawal dari pernyataan Arief di sebuah pemberitaan terkait dirinya yang dinilai tidak benar.
Diketahui, pernyataan Arief tersebut diucapkan melalui media massa online setelah Ghoffar menulis artikel di harian Kompas, 25 Januari lalu, berjudul ”Ketua Tanpa Marwah”.
Dalam artikel itu, Ghoffar menyoroti pentingnya kesadaran pribadi Arief untuk mundur dari posisinya sebagai Ketua MK karena sudah dua kali ia dikenai sanksi oleh Dewan Etik.
Meski demikian, Ghoffar tak ingin mengaitkan pernyataan tersebut dengan artikel yang ditulisnya.