"Saya tidak mengkaitkan dengan itu, tapi memang pada dasarnya saya menulis di harian Kompas itu terbit hari Kamis pagi. Kamis siang kemudian ada berita soal itu. saya tidak mengaitkan itu sebenarnya," tuturnya.
Kena Sanksi Dua Kali
Selama menjabat sebagai ketua MK, Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Pada 2016 lalu, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.
(Baca juga: Pimpinan Komisi III: Arief Hidayat Tak Layak Jadi Hakim MK)
Pemberian sanksi dilakukan lantaran Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.
Di dalam katebelece yang dibuat Arief itu terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar bisa menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, "mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak".
Kerabat Arief yang "dititipkan" itu saat ini bertugas di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur, dengan pangkat jaksa pratama/penata muda IIIC.
Untuk kali kedua, Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan.
Arief dilaporkan telah melakukan pelanggaran kode etik sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi di DPR, Rabu (6/12/2017).
Atas putusan tersebut, Dewan Etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Arief.
(Baca juga: Akademisi: Arief Hidayat Sebaiknya Mundur Sebelum Pilkada)
"Pada 11 Januari 2018, Dewan Etik menuntaskan pemeriksaan dan hasilnya menyatakan bahwa hakim terlapor terbukti melakukan pelanggar kode etik ringan. Oleh karena itu, Dewan Etik menjatuhkan sanksi teguran lisan," ujar juru bicara MK Fajar Laksono saat memberikan keterangan pers di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2018).
Fajar menuturkan, dalam pemeriksaan oleh Dewan Etik, Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.
Menurut Fajar, Arief menghadiri pertemuan tersebut tanpa undangan secara resmi dari DPR, melainkan hanya melalui telepon.
"Pelanggaran ringan ialah bahwa hakim terlapor itu menghadiri pertemuan di Midplaza bertemu dengan pimpinan Komisi III DPR tanpa surat undangan resmi, hanya melalui telepon. Maka dalam poin ini dipandang sebagai pelanggaran etik ringan," tuturnya.
Sementara, dalam rangkaian pemeriksaan, Arief dinyatakan tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik saat bertemu dengan pimpinan komisi III.
"Dalam rangkaian pemeriksaan tidak terdapat bukti bahwa hakim terlapor melakukan lobi-lobi politik," kata Fajar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.