Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enggan Kena "Bully", Pansus Serahkan soal Lembaga Pengawas ke KPK

Kompas.com - 14/02/2018, 17:02 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi Agun Gunandjar Sudarsa menegaskan bahwa mekanisme pembentukan lembaga independen diserahkan sepenuhnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Rekomendasi dibuat untuk menghindari pertentangan luas dari masyarakat, seperti saat Pansus Angket KPK mewacanakan pembentukan lembaga pengawas dari luar KPK.

"Lembaga pengawas kita serahkan ke mereka (KPK) sendiri. Dalam rekomendasi kita, kita tetap memandang membutuhkan ada yang harus mengawasi," ujar Agun seusai Rapat Paripurna ke-18 masa persidangan III tahun sidang 2017-2018 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).

"Kami rekomendasikan ke KPK, karena kalau kami atur, saya di-bully lagi. Ketika kami ingin membentuk lembaga pengawas dari luar, kan di-bully, meskipun masih dilempar dalam bentuk wacana kan," ucapnya.

(Baca juga: Nasdem Kaget Pembentukan Lembaga Pengawas KPK Masuk Rekomendasi Pansus Angket)

Politisi Partai Golkar itu menjelaskan, dalam rekomendasi tersebut Pansus Angket KPK menyerahkan mekanisme, posisi, dan pengaturan lembaga pengawas independen kepada KPK.

Pansus merekomendasikan lembaga pengawas independen beranggotakan dari unsur internal KPK dan eksternal yang berasal dari tokoh-tokoh yang berintegritas dalam kerangka terciptanya check and balances.

"Mekanisme, posisi, pengaturan dan segala macamnya silakan KPK yang mengatur," kata Agun.

Menurut Agun, rekomendasi pembentukan lembaga independen berangkat dari hasil penyelidikan pansus. Pansus menemukan adanya konflik internal di tubuh KPK.

(Baca: Ada Konflik Internal di KPK, Alasan Pansus Angket Rekomendasikan Lembaga Pengawas)

Ia mencontohkan saat Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman menghadiri rapat dengar pendapat dengan pansus hak angket KPK. Aris mengaku berinisiatif mendatangi DPR. Padahal, pimpinan KPK melarangnya hadir.

Panggilan terhadap Aris dilakukan untuk mengklarifikasi informasi soal adanya penyidik KPK yang bertemu anggota DPR terkait kasus Miryam S Haryani. Diduga, ada penyidik KPK yang bekerja dengan membocorkan informasi ke pihak luar.

"Buktinya Pansus menemukan konflik internal yang luar biasa parahnya. Bagaimana keputusan pimpinan bisa dibatalkan oleh pegawai. itu fakta. Buktinya sampai Aris datang seperti itu," tutur Agun.

Kompas TV Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi yang dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat telah mendapat legalitas dari Mahkamah Konstitusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com