Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reaksi Keras Publik terhadap Pengesahan UU MD3 Wajar dan Beralasan

Kompas.com - 13/02/2018, 22:04 WIB
Yoga Sukmana,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Publik mengkritik keras DPR setelah disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) pada Senin (12/2/2018).

Pengamat politik Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menilai, kemarahan yang ditunjukkan publik cukup beralasan.

"Karena sebenarnya dua pasal yang ditetapkan ini bukan saja bertentangan dengan prinsip demokrasi yang kita anut," ujar Ray, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (13/2/2018).

"Bahkan, pada tingkat tertentu juga menghidupkan sesuatu yang di batalkan normanya oleh Mahkamah Konstitusi," lanjut Ray.

Baca juga: Kekhawatiran Koalisi Masyarakat Sipil yang Ingin Gugat UU MD3 ke MK

Pasal yang dimaksud Ray adalah Pasal 122 huruf k yang menyatakan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Ia menilai, norma Pasal 122 huruf k terkait dengan pemidanaan penghinaan pejabat negara. Menurut Ray, norma yang sama sudah dibatalkan MK dalam konteks penghinaan terhadap presiden.

Saat itu kata Ray, MK membatalkan pasal terkait penghinaan Presiden lantaran menganggap hal itu bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Selain itu, Pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.

Baca juga: Melalui UU MD3, DPR Jadikan MKD Alat Kontrol Kritik Publik

Norma pasal itu juga telah dibatalkan oleh MK pada 2015. Kini, DPR justru menghidupkan kembali pasal tersebut pada UU MD3.

Melalui putusannya, MK mempertimbangkan prinsip kesamaan di depan hukum sehingga pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum tidak perlu izin MKD.

Selain dua pasal itu, Ray juga menilai UU MD3 telah mengubah fungsi MKD. Alasannya, MKD diberikan kewenangan untuk mengambil langkah hukum terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Padahal, sejak awal dibentuk, MKD bertugas mengawasi perilaku anggota dewan sehingga martabat DPR sebagai lembaga bisa terjaga.

"Sekarang MKD tidak lagi dimaksudkan dalam kerangka menjaga etika dewanya tetapi berkembang menjaga anggota DPR jangan sampai dihinakan oleh publik," kata Ray.

Kompas TV Padahal sebelumnya, keinginan para politisi senayan untuk merevisi undang-undang MD3 menuai pro dan kontra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com