Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahkamah Agung Butuh Hakim Pajak, tetapi yang Mendaftar Sedikit

Kompas.com - 26/01/2018, 13:48 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) menyatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) membutuhkan hakim agung dengan keahlian di bidang pajak. Jumlah hakim pajak yang ada di Mahkamah Agung saat ini dinilai masih kurang.

Namun, dalam proses seleksi calon hakim agung, Ketua Bidang Rekrutment Hakim KY Maradaman Harahap mengatakan, dari lima orang peserta yang mendaftar untuk kamar tata usaha negara (TUN) khusus untuk hakim pajak, tiga di antaranya sudah gugur di proses seleksi administrasi.

Artinya, hanya dua calok hakim agung di bidang keahlian pajak yang lolos seleksi administrasi. Salah satu faktor gagal di seleksi administrasi karena jenjang pendidikan di strata-1 (S1) bukan berasal dari fakultas hukum.

Syarat calon hakim agung, lanjut Maradaman, pendidikan S1-nya harus Sarjana Hukum, Sarjana Syariah, dan Sarjana Kepolisian. Kemudian harus linier dengan pendidikan S2 dan S3-nya.

"Nah, (setelah) kami teliti persyaratannya, ternyata S1-nya ekonomi. Sayangnya beliau enggak memenuhi syarat perundang-undangan," kata Maradaman, dalam jumpa pers di kantor KY, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2018).

(Baca juga: 74 Calon Hakim Agung Lolos Seleksi Administrasi)

Maradaman berharap dua calon hakim agung yang lolos tahap administrasi ini bisa terus lolos sampai diajukan ke DPR. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan MA akan hakim pajak.

"Nah, mudah-mudahan yang dua ini bisa lolos sampai wawancara dan diajukan ke DPR. Memang yang dibutuhkan (MA) ahli pajak. Karena di sana konon ribuan (perkara), sementara yang masih eksis di sana hanya satu (hakim)," ujar Maradaman.

Berdasarkan data Kompas.id, dari 48 hakim agung di MA saat ini, hanya satu hakim agung yang memiliki keahlian di bidang perpajakan.

Padahal, jumlah kasus perpajakan yang masuk ke MA untuk kasus kasasi dan peninjauan kembali cukup besar. Dari sekitar 3.904 perkara peninjauan kembali yang masuk ke MA tahun 2017, sebanyak 2.187 di antaranya merupakan perkara pajak.

Maradaman melanjutkan, jika dua calon hakim agung untuk pajak ini tidak lolos, tak ada jalan lain selain MA mengajukan ulang ke KY.

"Jadi kami tidak harus memenuhi kuota yang diminta MA. Kalaupun nanti enggak ada yang lolos di KY, tentu MA harus mengajukan permintaan lagi. Sayangnya memang sangat sedikit yang mendaftar untuk kamar TUN yang khusus pajak ini," ujar Maradaman.

Kompas TV 5 Dari 11 Calon Hakim MK Jalani Tes Wawancara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com