Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Hakim Agung Anggap Masih Banyak Hakim Keliru Buat Putusan

Kompas.com - 26/10/2017, 07:39 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Mantan Hakim Agung Komariah Emong Sapardjaja mengatakan, kualitas seorang hakim akan terlihat dari putusan yang dibuatnya. Dalam penegakan hukum, harus ada hakim yang baik dan pintar.

Menurut dia, masih banyak putusan hakim yang dianggap janggal dan ditentang publik. Hal ini kemudian berdampak pada citra kelembagaan peradilan itu.

"Jadi karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Peradilan enggak sebegitunya," ujar Komariah dalam diskusi di Universitas Padjajaran, Bandung, Rabu (25/10/2017).

Komariah juga beberapa kali mengajar dalam pelatihan hakim untuk pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi. Ia spesifik untuk melatih peradilan tindak pidana korupsi. Pada waktu pelatihan, kata dia, para hakim tersebut terlihat begitu semangat dan antusias.

"Tapi ketika buat putusan, salah lagi," kata dia.

(Baca juga: MA: Kami Tidak Pernah Alergi terhadap Kritik)

Dalam seleksi calon hakim ad hoc, ada tes di mana peserta harus membuat risalah putusan. Komariah mengatakan, di tahap tersebut, banyak peserta yang gugur. Ia lantas menyorot contoh putusan peradilan yang dianggap masih keliru.

Pertama, putusan hakim Sarpin Rizaldi atas praperadilan yang diajukan Budi Gunawan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri. Ia dijerat KPK dengan dugaan rekening gendut.

Hakim Sarpin, dalam dalil putusannya, menyarakan bahwa penyidikan KPK tidak sah sehingga Budi Gunawan lolos dari jeratan hukum.

"Untuk kasus ini saya katakan dia hakim yang bodoh, sampai saya dilaporkan," kata Komariah.

Kemudian, Komariah juga menyorot putusan praperadilan hakim Cepi Iskandar atas gugatan Ketua DPR RI Setya Novanto. Ia menganggap pertimbangan hukum dalam putusan tersebut terkesan dicari-cari.

(Baca juga: Belum Semua Hakim Mendapatkan Pelatihan Umum dan Sertifikasi)

Secara akademis, menurut pandangan hukum secara normatif, putusan tersebut sedikit menyimpang. Salah satunya yakni pertimbangan yang menganggap KPK tidak bisa menetapkan tersangka di awal penyidikan.

"Kalau selesai penyidikan baru tetapkan tersangka, bagaimana dia minta keterangan tersangka. Data penyidikan untuk memperoleh data mengenai tersangka dari mana? Kalau sudah bocor, tersangka lari ke luar negeri," kata Komariah.

Oleh karena itu, kata Komariah, masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam peningkatan kualitas dan profesionalisme. Begitu menjadi hakim, bukan berarti proses belajarnya terhenti.

Hakim tersebut juga harus banyak-banyak mempelajari teori hukum dan membuka ruang diskusi atas putusan tertentu.

Kompas TV Hakim Cepi juga dilaporkan melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com