JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melunak soal penggunaan alat penangkap ikan jenis cantrang.
Sempat dilarang keras dan akhirnya menuai protes dari kelompok nelayan Indonesia, khususnya di Pantai Utara Jawa, cantrang akhirnya diperbolehkan digunakan dengan syarat dan batasan.
Perjalanan Polemik Cantrang
Catatan Kompas.com, polemik cantrang berawal dari dikeluarkannya Peraturan Menteri Nomor 02 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Nomor 71 Tahun 2016 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Larangan didasarkan pada kajian bahwa penggunaan cantrang bisa merusak ekosistem laut.
Nelayan Pantura kemudian tumpah ruah ke depan kantor Menteri Susi hingga Istana menuntut pemerintah kembali melegalkan cantrang.
Mereka bersikukuh bahwa cantrang tidak merusak lingkungan. Lebih-lebih cantrang telah menjadi alat mata pencaharian yang terjangkau bagi mereka.
(Baca juga: Ini Ketentuan Bagi Nelayan dalam Kesepakatan Penggunaan Cantrang)
Isu cantrang lalu mengalami pasang surut. Entah kebetulan atau tidak, 'goyangan' nelayan itu hanya muncul setiap hangat-hangatnya isu perombakan kabinet alias reshuffle.
Isu ini juga tak lepas dari bau politik. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sampai menemui kelompok nelayan hanya untuk membahas pro kontra cantrang itu pada 26 April 2017.
Setelah bertemu, Cak Imin, sapaan akrab Muhaimin, mendorong Presiden Jokowi menyelesaikan persoalan itu.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan sempat merespons polemik cantrang.
Budi yang biasanya irit bicara, tiba-tiba berkomentar bahwa ada kartel perikanan di Indonesia yang tengah berupaya menyerang posisi Susi. Kartel itu merasa terganggu dengan kinerja positif Susi.
Mei 2017, Presiden Jokowi melunak. Ia meminta Menteri Susi memperpanjang masa transisi nelayan untuk beralih dari alat penangkapan ikan cantrang ke alat penangkapan ikan lain yang direkomendasikan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
(Baca juga: Nelayan Minta Perpanjangan Penggunaan Cantrang Jadi Aturan Tertulis)
Menteri Susi juga melunak dengan memperpanjangnya hingga Desember 2017.
Dalam masa itu, Presiden Jokowi juga meminta Susi menggiatkan pembagian alat penangkapan ikan pengganti cantrang kepada nelayan.
"Nelayan Marah, Jokowi Susah"
Sekitar setengah tahun isu cantrang itu kembali mereda, Presiden Jokowi menemui perwakilan nelayan pro cantrang di sela kunjungan kerjanya ke Jawa Tengah, 15 Januari 2018 lalu di salah satu rumah makan terkenal di Kota Tegal.
Pertemuan itu dilanjutkan di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 17 Januari 2018 kemarin, usai Jokowi melantik lima pejabat negara yang baru.
Hanya lima orang perwakilan nelayan yang diterima Presiden Jokowi. Sementara, ada ribuan nelayan dari lima kabupaten di Jawa Tengah tumpah ruah di Jalan Medan Merdeka Selatan yang mengawal pertemuan tersebut.
Usai pertemuan, Menteri Susi sendiri yang menyampaikan hasilnya kepada ribuan nelayan itu.
"Ibu Susi membawa kabar baik. Jadi (izin penggunaan cantrang) diperpanjang tanpa batasan waktu, tapi tidak boleh menambah kapal," kata Juru Bicara Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) Hadi Santoso yang mendampingi Susi di atas mobil orasi.
Nelayan bersorak gembira. Bahkan, ada yang berteriak, "I love you, Susi".
Susi kemudian menambahkan, nelayan akan didorong untuk beralih menggunakan alat penangkapan ikan selain cantrang.
KKP akan menyediakan pola bantuan pinjaman melalui pemerintah daerah masing-masing agar nelayan tidak terlalu berat dari sisi pembiayaannya.
Susi juga mengatakan, tidak boleh lagi ada penambahan kapal cantrang.
"Keputusan tadi tolong dihormati. Saya tidak mau ada kapal cantrang ilegal, tidak punya ukuran, ukuran mark down masih melaut," kata Susi.
(Baca juga: Cantrang yang Kembali Diizinkan dan Pesan Susi Bagi Nelayan)
"Setujuuu," jawab para nelayan kompak.
"Tapi semua harus berniat, beralih alat tangkap. Setuju?" tanya Susi.
"Setujuuu," jawab para nelayan.
"Kalau enggak setuju saya cabut lagi (izin penggunaan cantrang)," ancam Susi.
"Kan katanya sampeyan mau jagain Pak Jokowi toh. Kalau Sampeyan bandel terus, nelayan tradisional marah, Pak Jokowi kan juga susah. Jadi tolong, kompromi ini dipatuhi," lanjut dia.
Demi Suara Nelayan
Pengamat politik Point Indonesia Arif Nurul Iman melihat serangkaian peristiwa mengenai isu cantrang tarik ulur suara menjelang 2019.
Iman mengatakan, nelayan Pantai Utara Jawa cukup banyak jumlahnya. Dari sisi elektoral, itu merupakan lumbung suara. Apalagi berkaca pada Pilpres 2014, kawasan utara Jawa didominasi oleh pencoblos Jokowi.
Maka tidak heran jika Jokowi melunak terhadap tuntutan kelompok nelayan. Ini terlepas dari apakah cantrang benar-benar merusak lingkungan atau tidak.
"Saya tidak terlalu memahami soal cantrangnya. Tapi sebagai politikus, Jokowi tidak akan bisa melepaskan keputusannya dari faktor-faktor pertimbangan politis, salah satunya adalah menjaga konstituennya," ujar Iman kepada Kompas.com, Kamis (18/1/2018) pagi.
(Baca juga: Jika Nelayan Tak Patuh, Menteri Susi Ancam Cabut Lagi Izin Cantrang)
"Jadi kebijakan yang dia ambil, termasuk melunak soal cantrang, ini tidak bisa lepas dari bagaimana mendongkrak elektabilitasnya. Apalagi tahun 2018 ini dan tahun 2019 adalah tahun politik. Jokowi merasa perlu melakukan itu dan dia diuntungkan kok," lanjut dia.
Manuver politik Jokowi yang melunak soal cantrang ini, lanjut Iman, sekaligus memberi angin segar bagi PKB.
Cak Imin dan kawan-kawan boleh saja mengklaim bahwa keputusan Presiden itu merupakan hasil dari 'pressure' yang ia lakukan selama ini.
Tentu ini membuat popularitasnya di kalangan nelayan meningkat.
"Itu akan menjadi klaim politik PKB bahwa aspirasi nelayan telah diperjuangkan dan hasilnya ya sesuai dengan maunya nelayan. Dari tidak boleh menjadi boleh," lanjut Iman.
Ke depan, tentu hanya waktu yang bisa membuktikan apakah suara nelayan tetap pada Jokowi atau beralih ke PKB yang belakangan disebut-sebut hendak membuat poros baru di Pilpres 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.