Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus BLBI, Boediono Diperiksa sebagai Saksi Saat Menjabat Menkeu

Kompas.com - 28/12/2017, 11:56 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil presiden ke-11 RI Boediono menyambangi Gedung Merah-Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis (28/12/2017) pagi.

Kedatangan Boediono tidak ada dalam jadwal atau agenda penyidikan/pemeriksaan KPK.

Namun, Ketua KPK Agus Rahardjo mengonfirmasi kedatangan mantan Menteri Keuangan (Menkeu) era Megawati Soekarnoputri itu dalam rangka pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL) beberapa obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

(Baca juga: Mantan Wapres Boediono Sambangi Gedung KPK)

"(Diperiksa sebagai) saksi sewaktu beliau Menkeu saat peristiwa itu terjadi," kata Agus kepada Kompas.com, Kamis.

Boediono tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.45 dengan mengenakan batik berwarna coklat. Boediono tersenyum kepada wartawan yang menanyakan maksud kehadirannya.

Ia mengaku belum tahu agendanya di KPK.

"Belum tahu ini. Saya kan baru datang," kata Boediono seperti dikutip Tribunnews.com.

Hingga berita ini diturunkan, Boediono masih berada di dalam gedung KPK.

Terkait penyelidikan SKL BLBI ini, KPK pernah meminta keterangan mantan Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie.

(Baca juga: Hasil Audit BPK, Kerugian Negara Korupsi BLBI Capai Rp 4,58 Triliun)

Adapun Kwik pernah mengatakan bahwa semua mantan pejabat di bidang ekonomi mengetahui persis kebijakan BLBI, termasuk penandatanganan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) selaku mekanisme penyelesaian utang BLBI para obligor.

Selain nama Bambang, Kwik menyebut mantan Menkeu Boediono. Untuk Bambang, Kwik mengatakan bahwa dia punya peran dalam kasus BLBI karena ikut membidangi pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Mekanisme penerbitan SKL ini sendiri dikeluarkan BPPN berdasarkan Inpres Nomor 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Laksamana Sukardi.

Penyimpangan BLBI

Untuk diketahui, bantuan BLBI merupakan skema bantuan (pinjaman) yang diberikan BI kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998.

Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.

Dari Rp 147,7 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Penggunaan dana-dana tersebut kurang jelas.

Selain itu, terdapat penyimpangan dalam penyaluran maupun penggunaan dana BLBI yang dilakukan pemegang saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui grup bank tersebut.

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), upaya menyeret para koruptor dana BLBI selalu terbentur kendala penegakan hukum.

Seolah hukum bungkam dan tidak bertaring menghadapi para konglomerat hitam.

Untuk penanganan perkara korupsi BLBI, Kejaksaan Agung tidak menunjukkan kemajuan signifikan dari tahun ke tahun.

Kejaksaan Agung saat dipimpin MA Rachman menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap 10 tersangka kasus BLBI pada 2004.

SP3 diterbitkan atas dasar SKL yang dikeluarkan BPPN berdasar Inpres No 8/2002.

SKL tersebut berisi tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, dikenal dengan inpres tentang release and discharge.

Berdasar inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan akan mendapatkan SP3.

Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL sekaligus release and discharge dari pemerintah.

Padahal, Inpres No 8/2002 yang menjadi dasar kejaksaan mengeluarkan SP3 itu bertentangan dengan sejumlah aturan hukum, seperti UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kompas TV KPK menahan mantan Kepala BPPN Syafrudin Tumenggung atas kasus penerbitan surat keterangan lunas BLBI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com