Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Airlangga Jabat Menteri dan Ketum Golkar, Presiden Diusulkan Terbitkan Larangan Rangkap Jabatan

Kompas.com - 26/12/2017, 17:44 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik dari Universitas Paramadina, Arif Susanto mengusulkan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan instruksi tertulis terkait larangan rangkap jabatan bagi menteri kabinet kerja.

Hal itu menurutnya penting agar tak terjadi kegaduhan politik soal rangkap jabatan, terutama jelang Pilkada 2018 dan Pemilu Serentak 2019.

Arif mengusulkan instruksi tertulis tersebut bisa berbentuk Instruksi Presiden (Inpres).

"Mungkin kalau itu (larangan rangkap jabatan) tidak sekadar lisan akan lebih kuat. Dalam bentuk Inpres misalnya," ujar Arif seusai acara diskusi di bilangan Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (26/12/2017).

Secara hukum, rangkap jabatan memang tak menjadi masalah. Namun secara politik, jika dua atau lebih jabatan dijabat oleh orang yang sama maka akan mempersempit peluang distribusi kekuasaan.

(Baca juga: Hindari Kegaduhan, Jokowi Diyakini Tak Akan Copot Airlangga Hartarto)

Kebiasaan ketua parpol tak memegang jabatan publik sudah dilakukan beberapa partai. Misalnya Partai Gerindra dan Partai Nasdem.

Arif menambahkan, hal itu menunjukkan bahwa pembatasan tersebut bukan hal yang tak mungkin menjadi tradisi politik di Indonesia.

Terlebih Jokowi juga tak memiliki jabatan di partainya, PDI Perjuangan.

"Itu bisa dibangun ada separasi yang tegas antara wilayah publik dimana seseorang menjadi pejabat di dalamnya dan wilayah yang lebih partikular dimana kepentingan partai menjadi yang utama. Itu harus dimulai," tuturnya.

Selain itu, dari sejarah Golkar, ketua umum yang menjadi menteri punya kesulitan untuk melakukan konsolidasi internal, terutama terhadap DPD. Misalnya, pada era kepemimpinan Aburizal Bakrie alias Ical.

(Baca juga: Fadli Zon Nilai Jokowi Jilat Ludah Sendiri jika Airlangga Tak Dicopot)

Menurutnya, tantangan politik bagi Airlangga ke depan adalah menyeimbangkan dukungan politik internal Golkar dan pemerintah.

Saat ini, Airlangga telah mendapatkan dukungan politik dari pemerintah bahkan sebelum ia resmi menjabat ketua umum.

Berbeda dengan beberapa ketua umum lainnya yang baru mendapatkan dukungan setelah menjabat. Misalnya Setya Novanto.

"Ini sebelum jadi ketum dukungan politiknya begitu besar. Di sisi lain dukungan dari internal itu kan belum cukup terakumulasi, belum cukup besar. Karena jaminan posisi bagi Airlangga kan sampai 2019, tantangan berikutnya kan masih menunggu. Sebab 2019 jadi begitu krusial karena pada saat yg sama Golkar akan berhadapan dengan pemilu nasional," tuturnya.

Adapun Airlangga saat ini menjabat Menteri Perindustrian di kabinet kerja dan Ketua Umum Partai Golkar di saat yang sama. Airlangga ditunjuk sebagai ketua umum setelah ketua umum sebelumnya, Setya Novanto terjerat kasus hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kompas TV Ditemui usai menghadiri peluncuran buku di Gedung DPR, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon mengkritik dengan keras terkait rangkapnya jabatan Airlangga Hartarto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com