Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Kabulkan PK OC Kaligis, Hukumannya Dikurangi Tiga Tahun

Kompas.com - 22/12/2017, 13:32 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali yang diajukan terpidana kasus suap Otto Cornelis Kaligis. Dengan demikian, OC Kaligis mendapat keringanan hukuman.

OC Kaligis yang dikenal sebagai pengacara merupakan terpidana kasus suap Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara.

Dia jadi tersangka bersama dua hakim lainnya dalam rangka mengamankan perkara yang menyeret Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho (kini tak lagi menjabat) dalam kasus korupsi dana bansos Sumut.

MA memutuskan mengurangi masa penahanan OC Kaligis sebanyak tiga tahun. Vonis OC Kaligis yang sebelumnya ditetapkan 10 tahun penjara, kini menjadi tujuh tahun penjara.

"Ya dikabulkan (PK) oleh majelisnya, jadi dari 10 tahun, menjadi tujuh tahun penjara, denda Rp 300 juta, subsider 3 bulan kurungan," kata Juru Bicara MA, Suhadi, saat dikonfirmasi, Jumat (22/12/2017).

(Baca juga: Mengaku Kantongi 27 Bukti Baru, OC Kaligis Ajukan PK)

Perkara dengan nomor 176 PK/Pid.Sus/2017 tersebut diputus pada 19 Desember 2017.

Majelis hakim yang memeriksa PK tersebut adalah Wakil Ketua Mahkamah Agung, Hakim Agung Syarifuddin yang bertindak selaku ketua majelis, dibantu Hakim Agung Leopold Luhut Hutagalung dan Hakim Agung Surya Jaya selaku anggota majelis.

Putusan PK ini, lanjut Suhadi, pidananya hampir sama dengan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yakni 7 tahun penjara. Dalam sidang di PT Jakarta, OC Kaligis dihukum penjara tujuh tahun, dengan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.

(Baca: MA Perberat Vonis OC Kaligis Jadi 10 Tahun)

Hukuman di tingkat PT itu lebih berat dari vonis dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang memutus OC Kaligis dengan vonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.

Soal dikuranginya pidana OC Kaligis, Suhadi belum mendapat lengkap amar putusan majelis. Namun, lanjut dia, berdasarkan Pasal 263 KUHAP, ada tiga kemungkinan yang jadi pertimbangan hakim.

Pertama, kata Suhadi, ada keadaan baru yang sewaktu sidang awal belum pernah ada, atau yang sering disebut dengan novum.

"Yang kedua ada putusan yang bertolak belakang satu dengan yang lain dalam rumpun perkara yang sama," ujar Suhadi.

Kemudian yang ketiga adalah adanya kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata, pada putusan yang dimohonkan pemohon PK itu.

"Sekitar itulah tiga alasannya. Tapi detail yang mana yang digunakan oleh pemohon kemudian dikabulkan oleh majelis, kita tunggu saja putusan yang lengkapnya. Setelah diminutasi, akan dipublikasikan di website Mahkamah Agung," ujar Suhadi.

(Baca juga: Ajukan PK, OC Kaligis Anggap Jaksa KPK Tak Berwenang di Kursi Termohon)

OC Kaligis sebelumnya didakwa menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura.

Uang tersebut didapat OC Kaligis dari istri mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti, yang ingin suaminya "aman" dari penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Evy memberikan uang sebesar 30.000 dollar AS kepada OC Kaligis untuk diserahkan kepada hakim dan panitera PTUN Medan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com