JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang dengan agenda pembacaan putusan uji materi Pasal 153 Ayat 1 Huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) pada Kamis (14/12/2017) pukul 11.00 WIB.
Dalam berkas nomor perkara 13/PUU-XV/2017 sejumlah pegawai mempermasalahkan pasal yang mengatur soal larangan menikah dengan teman sekantor yang biasa diatur perusahaan.
Ada delapan pegawai yang mengajukan permohonan ke MK, yakni Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Syaiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih.
Aturan itu menyebutkan, "Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama."
Frase "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama" menjadi celah bagi perusahaan untuk melarang pegawainya menikah dengan kawan sekantornya.
(Baca juga: Larangan Nikah dengan Teman Sekantor Dinilai Mengesampingkan UU)
Jika pegawai tersebut tetap ingin menikah, biasanya perusahaan mengharuskan salah satu orang mengundurkan diri dari perusahaan.
Juru bicara MK, Fajar Laksono menjelaskan, pemohon dalam permohonannya merasa keberatan dengan adanya aturan tersebut.
Aturan tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 2, Pasal 28 Ayat 1, Pasal 28C Ayat 1, Pasal 28D Ayat 2 UUD 1945.
(Baca juga: Aturan Tak Boleh Menikahi Teman Sekantor Dinilai Terlalu Picik)
Oleh karena itu, pemohon meminta MK agar frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama" dihapuskan.
"Pemohon ingin agar pengusaha dilarang mem-PHK karena pekerja atau buruh punya pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja atau buruh lainnya dalam satu perusahaan," kata Fajar saat dihubungi, Selasa (16/5/2017).
Dikutip dari website MK, para Pemohon menjelaskan alasannya mengajukan gugatan tersebut ke MK. Mewakili Pemohon, Jhoni mengatakan, menikah adalah melaksanakan perintah agama.
"Jodoh dalam perkawinan tidak bisa ditentang disebabkan ikatan perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita yang memiliki rasa saling mencintai sulit untuk ditolak," kata Jhoni.