Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Tak Boleh Menikahi Teman Sekantor Dinilai Terlalu Picik

Kompas.com - 17/05/2017, 15:24 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jhoni Boetja, salah pemohon uji materi Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan berharap agar peraturan tidak boleh menikahi rekan kerja pada kantor yang sama tidak lagi diterapkan oleh perusahaan BUMN dan swasta.

Aturan tersebut dianggap melanggar hak asasi.

Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), kata Jhoni, perusahaan menerapkan aturan tersebut untuk menghindari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang bisa dilakukan oleh pasangan yang bekerja pada satu kantor yang sama.

(baca: Tolak Larangan Menikahi Teman Sekantor, 8 Pegawai Gugat Aturan ke MK)

Namun, menurut Jhoni, alasan tersebut tidak masuk relevan. Sebab, untuk mengantisipasi adanya praktik KKN bisa dilakukan dengan pengetatan aturan di dalam lingkungan kerja, bukan dengan membatasi atau menekan hak asasi seseorang.

"Saya kira itu terlalu picik. Misalnya, suami di bagian teknik dan istri di bagian keuangan, kalau karena alasan itu, itu terlalu picik," kata Jhoni saat dihubungi, Rabu (17/5/2017).

Selain itu, menurut Jhoni, sesama pekerja dalam lingkungan kerja akan saling mengawasi.

Sehingga, akan sulit terjadi KKN yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang bekerja pada kantor yang sama.

"Semua orang (pekerja) kan bisa memonitor," kata Jhoni.

(baca: "Banyak Pekerja Sekantor yang Mau Menikah, tetapi Menunggu Putusan MK")

Menurut Jhoni, kantor lembaga pemerintahan, kepolisian, TNI, bahkan di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerapkan aturan tersebut. Para pegawainya boleh menikah dengan rekan kerja sekantor.

"Kenapa BUMN dengan perusahan swasta tidak boleh? Pertimbangannya apa?" kata Jhoni.

"Namanya perasaan kan enggak bisa ditolak. Namanya cinta tetap akan dilanjutkan meski di-PHK, tapi kan kasihan harus cari kerja lagi," tambah dia.

Jhoni bersama tujuh orang lainnya, mengajukan uji materi ke MK. Mereka mempermasalahkan ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan yang mengatur hak pengusaha untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) atas pekerja dalam satu perusahaan yang memiliki ikatan perkawinan setelah perjanjian kerja disepakati oleh kedua belah pihak.

Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan melanggar hak konstitusionalnya.

Adapun ketentuan tersebut berisi tentang pelarangan pemutusan hubungan kerja bagi pekerja yang memiliki ikatan perkawinan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja.

Para pemohon menilai berpotensi kehilangan pekerjaannya akibat perkawinan sesama pegawai dalam satu perusahaan apabila hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Menurut para pemohon, hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam UU Perkawinan dan UU Hak Asasi Manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com