Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Kehadiran Para Wakil Rakyat "Dihargai" Miliaran Rupiah...

Kompas.com - 30/11/2017, 08:49 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan suap terhadap anggota DPRD Jambi yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengesahanRancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) 2018 Provinsi Jambi.

Uang miliaran yang diduga sebagai "uang ketok" alias "uang pelicin" merupakan suap agar para anggota DPRD menghadiri rapat pengesahan RAPBD. Suap diberikan karena ada dugaan para wakil rakyat ini tidak akan menghadiri rapat untuk menghambat pengesahan. 

Dalam kasus ini, KPK menangkap tangan anggota DPRD dan pejabat pemerintah daerah di Provinsi Jambi pada Selasa (28/11/2017).

"Sebelumnya, diduga sejumlah anggota DPRD berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan RAPBD, karena tidak ada jaminan dari pihak Pemprov Jambi," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/11/2017).

Baca: Duit Suap Diduga agar Anggota DPRD Jambi Hadir Rapat Pengesahan R-APBD 2018

Menurut Basaria, jaminan yang dimaksud adalah uang suap, atau yang sering disebut sebagai "uang ketok".

Juru Bicara KPK Febri Diansyah dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/11/2017).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Juru Bicara KPK Febri Diansyah dan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Dalam kasus ini, suap diduga diberikan oleh pelaksana tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Erwan Malik; Asisten Daerah III Provinsi Jambi, Saipudin, dan pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, Arfan.

Uang untuk menyuap anggota DPRD tersebut diduga berasal dari pihak swasta yang sudah biasa menjadi rekanan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi.

Selain ketiga orang tersebut, KPK juga menetapkan anggota DPRD Jambi, Supriono, sebagai tersangka. Supriono ditangkap saat menerima Rp 400 juta dari Saipudin.

Baca juga: KPK Menduga Suap untuk Anggota DPRD Jambi Sebesar Rp 6 Miliar

Dalam operasi tangkap tangan itu, petugas KPK menyita uang suap sebesar Rp 4,7 miliar.

Sisa pemberian dari nilai total Rp 6 miliar, diduga telah diberikan kepada sejumlah anggota DPRD Jambi.

APBD titik rawan korupsi

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, praktik seperti yang terjadi dalam kasus dugaan suap anggota DPRD Jambi, aneh.

Kehadiran anggota DPRD dalam rapat anggaran merupakan kewajiban. Kenyataannya, ada praktik suap untuk meminta kehadiran mereka.  

"Sulit dipahami bagaimana anggota DPRD yang jelas-jelas mempunyai kewenangan dalam hal anggaran, masih perlu disuap untuk sekadar hadir dalam rapat yang menjadi tugas utamanya," kata Lucius, melalui pesan singkat, Rabu (29/11/2017).

Empat pejabat yang merupakan anggota DPRD dan pejabat Pemerintah Provinsi Jambi tiba di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/11/2017).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Empat pejabat yang merupakan anggota DPRD dan pejabat Pemerintah Provinsi Jambi tiba di Gedung KPK Jakarta, Rabu (29/11/2017).

"Ini saya kira sebuah kekonyolan atau dagelan paling aneh. Orang disogok untuk melakukan apa yang sesungguhnya menjadi tugas atau kewenangannya," lanjut dia.

Menurut dia, operasi tangkap tangan (OTT) KPK seakan mengonfirmasi bahwa APBD masih menjadi titik rawan korupsi di daerah.

Selain itu, mengungkap adanya upaya dari DPRD, pemerintah daerah, dan pengusaha untuk mendapatkan jatah dari anggaran.

Lucius mengatakan, dugaan suap itu menunjukkan ada "permainan" selama proses pembahasan yang tidak memuaskan salah satu pihak, yakni antara DPRD dan pemerintah daerah.

Baca: KPK Telusuri Keterlibatan Gubernur Zumi Zola dalam Suap APBD Jambi

Permainan itu diduga sudah diketahui bersama sehingga muncul ketidakpuasan yang berujung pada rencana boikot persidangan oleh sejumlah anggota DPRD.

Oleh karena itu, pemerintah daerah harus menyuap agar para wakil rakyat hadir saat pengesahan R-APBD.

"Suap agar menghadiri persidangan saya kira hanya salah satu bentuk penyimpangan lain dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam proses pembahasan anggaran," kata Lucius. 

Apalagi, KPK menduga ada keterlibatan pengusaha yang diduga mendapatkan jatah proyek dari APBD tersebut.

Baca: KPK Tetapkan Sekda, Kadis PU, dan Anggota DPRD Jambi sebagai Tersangka
 
Lucius mengungkapkan, modus persekongkolan antara DPRD, pemerintah, dan pengusaha di daerah selama ini kerap terjadi. Persekongkolan itu membuat daerah tak pernah maksimal menikmati hasil pembangunan dari APBD mereka.

Menurut dia, sebagian besar anggaran disedot oleh tiga kelompok tersebut melalui proyek yang sejak awal sudah diatur pembagiannya. 

Selain itu, kata Lucius, ada pula anggota DPRD yang merupakan pengusaha dan mengerjakan proyek yang dibiayai APBD. Biasanya, mereka menggunakan modus nama orang lain untuk menyembunyikannya dari publik.

"Saya kira apa yang terjadi di Jambi hampir terjadi di semua daerah. Maraknya praktiek ini karena korupsi sudah sebegitu sistemiknya berakar pada institusi-institusi daerah. Mereka sungguh menikmati minimnya kontrol masyarakat atas proses pembahasan anggaran," ujar Lucius. 

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi membawa 4 dari 10 orang yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan di Jambi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com