Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Fahri Hamzah soal Novanto yang Jadi Buron KPK

Kompas.com - 17/11/2017, 15:21 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang memasukkan Ketua DPR Setya Novanto ke daftar pencarian orang. 

"Mau dicari di mana? Orangnya ada, kok. Orangnya ada di rumah sakit dan dijaga, katanya. Rumah sakitnya ada polisinya segala," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/11/2017).

"Kecuali orangnya hilang. Ya, ini orangnya ada," sambung dia.

(Baca juga: Mobil dalam Kecepatan Tinggi, Hanya Setya Novanto yang Terluka)

Fahri menilai langkah KPK tidak tepat. Ia mencontohkan, hal itu seperti orang yang sedang mencari-cari pulpen miliknya, padahal pulpennya dipegang tangannya sendiri.

"Jadi gila, dong? Barang ada, (tapi) nyari. Bagaimana?" kata anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Fahri menilai langkah KPK memasukkan Novanto ke dalam daftar pencarian orang (DPO) untuk membuat institusinya tampak angker.

KPK, kata Fahri, menciptakan opini seolah situasi ini sangat gawat. Padahal, pada kasus e-KTP, KPK masih belum bisa membuktikan dugaan kerugian negara yang disebut mencapai Rp 2,3 triliun itu.

(Baca juga : Polisi Gandeng Toyota Cek Fortuner yang Bawa Setya Novanto)

Ia mencontohkan kasus Pelindo II, di mana mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino ditetapkan sebagai tersangka yang besaran kerugian negaranya sudah terbukti. Namun, tak ada kejelasan terhadap kelanjutan kasus tersebut.

"Sampai sekarang perhitungan kerugian negara akibat kasus e-KTP Rp 2,3 triliun dia enggak lakukan. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) secara resmi sudah mengatakan enggak ada," katanya.

KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka pada Jumat (10/11/2017). Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Kompas TV Kuasa Hukum Ketua DPR Setya Novanto mengungkap alasan kliennya dipindah dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau ke RSCM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com