Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Drama" Lima Jam, Kronologi Upaya KPK Menangkap Setya Novanto

Kompas.com - 16/11/2017, 06:37 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Ketua DPR Setya Novanto, Rabu (15/11/2017) malam.

Novanto sebelumnya mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka. Salah satu alasan dia mangkir adalah sedang melakukan uji materi terhadap Undang-Undang KPK.

Novanto juga memilih berada di gedung DPR mengikuti rapat paripurna ketimbang menghadiri pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP.

Desas-desus akan dilakukannya upaya menjemput Novanto mencuat menjelang Rabu petang. Saat itu sudah beredar kabar mengenai adanya tim dari KPK yang berangkat menjemput Novanto.

Suasana pengamanan dari kepolisian di depan gedung KPK juga tidak biasanya. Ratusan personel Brimob dan Sabhara berjaga-jaga hingga malam hari.

(Baca: Malam-malam, Ratusan Anggota Brimob Apel di Depan Gedung KPK, Ada Apa?)

Ratusan anggota brimob dan sabhara di depan KPK, Kuningan, Jakarta. Rabu (15/11/2017)Kompas.com/Robertus Belarminus Ratusan anggota brimob dan sabhara di depan KPK, Kuningan, Jakarta. Rabu (15/11/2017)
Padahal, polisi dalam jumlah besar yang berjaga di halaman depan gedung KPK biasanya hanya saat pagi sampai sore atau saat berlangsungnya demo.

Belakangan, upaya KPK menangkap Novanto terbukti dengan tibanya penyidik KPK di kediaman Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu sekitar pukul 21.40.

Ketika tiba di kediaman Novanto, para penyidik KPK tidak langsung diizinkan masuk. Para penyidik KPK menunggu di depan kediaman Novanto untuk menunggu Ketua Umum Partai Golkar itu dan kuasa hukumnya.

Selang beberapa saat kemudian mereka baru diizinkan masuk ke rumah Novanto. Saat tiba di kediaman Novanto, penyidik KPK terlihat dikawal 12 polisi dari satuan Brimob.

Ada sekitar lima mobil Toyota Innova yang membawa para penyidik KPK. Sejumlah politisi Partai Golkar, di antaranya Aziz Syamsuddin, datang ke kediaman Novanto. Aziz tidak diperbolehkan masuk.

Namun, kabar mengejutkan kemudian disampaikan Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Mahyudin yang keluar dari kediaman Novanto. Wahyudin menyampaikan kepada wartawan bahwa Novanto tidak berada di dalam rumah.

(Baca: Politisi Golkar: Setya Novanto Tak Ada di Rumah)

Novanto yang terjerat kasus korupsi saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar itu pun tak diketahui keberadaannya. Novanto dikhawatirkan kabur.

(Baca: KPK Masih Mencari Keberadaan Setya Novanto)

Penyidik KPK keluar dari rumah Ketua DPR Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2017). Kesepuluh penyidik keluar dengan membawa tiga tas jinjing, satu koper biru, satu koper hitam, dan satu alat elektronik yang belum diketahui fungsinya. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNGKOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Penyidik KPK keluar dari rumah Ketua DPR Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2017). Kesepuluh penyidik keluar dengan membawa tiga tas jinjing, satu koper biru, satu koper hitam, dan satu alat elektronik yang belum diketahui fungsinya. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Diminta menyerah

Meski kedatangan penyidik KPK ke kediaman Novanto sudah tersiar, KPK belum segera memberikan pernyataan. Baru pada Rabu jelang tengah malam Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan pernyataan tertulis mengenai imbauan agar Novanto menyerahkan diri.

Pada Kamis (16/11/2017) dini hari pukul 00.41, KPK memberikan pernyataan resmi. Selain mengimbau agar Novanto kooperatif dan menyerahkan diri, KPK juga mengumumkan menerbitkan surat perintah penangkapan kepada Novanto.

"Karena ada kebutuhan penyidikan, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap SN dalam dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik," kata Febri di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (15/11/2017).

(Baca: Ini Alasan KPK Terbitkan Surat Perintah Penangkapan Setya Novanto)

KPK memilih menangkap Novanto dengan dasar Pasal 21 KUHAP, di mana di dalamnya terdapat syarat subyektif dan tersangka diduga kuat melakukan tindak pidana.

Namun, tim KPK yang mendatangi kediaman Ketua Umum Partai Golkar itu tidak mendapati yang bersangkutan. Tim KPK pun melakukan pencarian.

Meski begitu, KPK belum menyimpulkan Novanto melarikan diri di tengah upaya penangkapan tersebut. Nama Novanto juga belum dicantumkan dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.

Jika Novanto tidak juga ditemukan, KPK baru akan berkoordinasi dengan Polri untuk menerbitkan DPO atas Novanto.

Sementara jika sudah menangkap Novanto, KPK punya waktu 1 x 24 jam untuk menentukan apakah yang bersangkutan ditahan atau tidak.

(Baca juga: Setelah Berhasil Tangkap Novanto, KPK Akan Tentukan soal Penahanan)

Penyidik KPK keluar dari rumah Ketua DPR Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2017). Kesepuluh penyidik keluar dengan membawa tiga tas jinjing, satu koper biru, satu koper hitam, dan satu alat elektronik yang belum diketahui fungsinya. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNGKOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Penyidik KPK keluar dari rumah Ketua DPR Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2017). Kesepuluh penyidik keluar dengan membawa tiga tas jinjing, satu koper biru, satu koper hitam, dan satu alat elektronik yang belum diketahui fungsinya. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

"Drama" lima jam

Tim KPK akhirnya keluar dari rumah Ketua DPR Setya Novanto, Kamis sekitar pukul 02.43. Mereka keluar setelah lima jam berada di kediaman Novanto.

Para penyidik keluar dengan membawa 3 tas jinjing, 1 koper biru, 1 koper hitam, dan 1 alat elektronik yang belum diketahui fungsinya.

Saat ditanya mengenai aktivitas di dalam, mereka enggan menjawab dan terus berjalan menuju mobil masing-masing. Mereka juga enggan menanggapi saat ditanya wartawan ihwal barang yang dibawa di dalam tas dan koper.

(Baca juga: Setelah 5 Jam, Penyidik Keluar Rumah Novanto Bawa 3 Tas dan 2 Koper)

Mereka meninggalkan kediaman Novanto dengan menggunakan 10 mobil Toyota Innova. Sekitar pukul 03.15 mobil yang ditumpangi penyidik tiba di KPK.

Jumlahnya sekitar delapan mobil dan melaju kencang ke dalam gedung KPK. Mobil-mobil ini diduga yang mengantar penyidik KPK dari kediaman Novanto.

(Baca juga: Soal Kemungkinan Minta Polri Terbitkan Surat DPO Novanto, Ini Jawaban KPK)

KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP pada Jumat (10/11/2017).

Novanto lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus e-KTP, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, serta dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut.

Kompas TV Rumah Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dijaga ketat puluhan anggota Brimob
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com