Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset Pukat UGM: Aparat Pemerintah Terjerat Kasus Korupsi karena Aturannya Sendiri

Kompas.com - 12/11/2017, 14:21 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JEMBER, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengungkapkan bahwa 60 persen kasus korupsi yang menjerat aparat pemerintah saat ini karena aturan yang dibuat oleh pemerintah sendiri. 

Aturan itu misalnya peraturan presiden (perpres), keputusan presiden (keppres), peraturan pemerintah (permen), peraturan pemerintah (PP), surat edaran (SE) menteri, serta peraturan gubernur, bupati hingga wali kota.

Penelitian tersebut dilakukan terhadap 57 putusan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) di Pengadilan Tipikor Jakarta, khususnya terkait pelanggaran yang berbentuk penyalahgunaan wewenang di pemerintahan. 

"Jadi bisa dikatakan 60 persen korupsi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang di pemerintahan adalah karena melanggar peraturan pemerintah sendiri," kata Oce dalam acara Konferensi Nasional Hukum Tata Negara Ke-4, di Hotel Aston Jember, Jawa Timur, Minggu (12/11/2017). 

Oleh karena itu, kata Oce, perlu ada penataan undang-undang atau regulasi yang dianggap sudah over. Sebab, aturan yang over, tumpang tindih, bertentangan satu sama lain tersebut merugikan aparat negara sendiri.

"Bumerang bagi aparatur sendiri. Mereka bisa dijerat dengan korupsi karena itu tadi. Jeratannya semakin luas," ujar dia. 

Ia pun mencontohkan kerugian yang dialami aparat pemerintah ketika ada aturan yang tumpang tindih. Misalnya, antara Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan yang berbeda sekali. 

"Bagi pemerintah daerah itu akan sulit sekali, mana yang akan diikuti, begitu dia mengikuti Permendagri, tentu dia tidak mengikuti Permenkeu, dan itu akan disalahkan oleh penegak hukum," ucap Oce.

"Padahal, dia belum tentu intensinya melanggar hukum, tapi dia kesulitan menghadapi aturan yang tumpang tindih, akhirnya disalahkan," tambah dia. 

Tak hanya itu, peraturan atau regulasi yang over juga membuat daerah susah dalam melahirkan kebijakan yang berpihak pada publik di daerahnya. 

"Alasannya aturan itu beragam dan satu sama lain tidak harmonis. Begitu pemda buat kebijakan maka kebijakan pemda bisa disalahkan," kata dia. 

"Dari 57 putusan  yang saya riset, penegak hukum simpel saja (menjeratnya) bahwa aparat pemerintah melanggar aturan-aturan yang tertulis  yang dibuat pemerintah sendiri," imbuh dia.

Bahkan, ujar Oce, tak hanya peraturan-peraturan itu, petunjuk umum pelaksanaan suatu aturan, seperti surat edaran (SE) dan petunjuk teknis (Juknis) yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Kementerian pun kerap menjadi masalah. 

"SE dan Juknis kebijakan internal birokrasi. Itu ada 15 persen kasusnya. Kalau langgar itu bisa dianggap penyalahgunaan dalam korupsi," ujar dia. 

Pembenahan kualitas aturan

Menurut Oce, langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah terulangnya kasus aparat yang terjerat korupsi karena aturan sendiri adalah dengan melakukan perubahan aturan. 

"Pejabat negara dalam membuat aturan harus berpikir ke depan apakah aturan itu melahirkan risiko hukum yang tinggi kepada pejabat di pemerintahan sendiri. Jangan kemudian membuat aturan tanpa memikirkan risikonya," kata dia.

Kasus yang ada, kata Oce, juga bisa menjadi peringatan bagi pemerintah dalam membuat aturan. Tujuannya agar aturan itu tak justru membuat aparat pemerintah menjadi pesakitan. 

"Ini warning bagi pejabat yang punya kewenangan membuat aturan. Aturan ini bisa digunakan untuk menjerat dalam kasus tipikor," ujar dia. 

"Aturan yang sekarang itu tidak menghitung risiko hukum yang terjadi, hanya diterbitkan ala kadarnya, asal terbit. Asal ada dasar hukum, sudah oke, sehingga kualitas tidak diperhatikan," lanjut dia.

Untuk itu, kata Oce, ke depan kualitas aturan yang dibuat oleh pemerintah harus semakin baik, yaitu dengan memenuhi kebutuhan publik dan aparat pemerintah itu sendiri. 

"Jadi kalau buat aturan itu jangan sangat kaku atau sangat longgar. Itu yang harus dipikirkan ke depan karena bisa jadi bumerang. Kualitas aturannya pun harus dibenahi karena kualitas yang buruk akan melahirkan risiko yang tinggi bagi pengguna," ucap dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo Soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo Soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com