"Bisa jadi kebutuhan presiden saat itu memberikan sinyal kepercayaan kepada publik dengan memilih wakil yang berpengalaman sebagai ekonom," kata Sirojudin.
Pro-pluralisme
Karakteristik ketiga adalah figur pro-pluralisme. Figur tersebut dibutuhkan jka isu SARA di Pilkada DKI Jakarta masih merembet hingga pemilu 2019.
Baca juga : Prabowo Kalah di Survei, Fadli Zon Bikin Voting Tandingan di Twitter
Jika kondisi itu terjadi, maka Jokowi akan lebih didorong untuk memilih calon yang merepresentasikan Islam Indonesia yang lebih moderat, terbuka dan toleran agar negara tetap stabil.
Kondisi itu, menurut Sirojudin, masih mungkin terjadi. Terlebih toleransi di Indonesia mengalami penurunan. Ia menambahkan, pada 2016 lalu warga masih toleran melihat tetangganya beribadah sesuai agamanya, mendirikan tempat ibadah dan menjadi pemimpin.
Namun, jumlah orang yang tak suka jika ada orang beragama lain mendirikan rumah ibadah makin besar. Hal ini diperparah dengan menguatnya intoleransi dalam hal politik.
"Mereka yang percaya bahwa seharusnya orang itu memilih calon pemimpin seagama itu makin menguat belakangan ini," kata Sirojudin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.