JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai langkah Setya Novanto yang melaporkan pembuat memenya ke polisi terlalu berlebihan. Begitu juga langkah kepolisian yang langsung memburu dan menangkap pembuat meme Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu.
"Polisi terlalu reaktif. Ini bukan suatu perbuatan yang harus ditangkap dan ditahan," kata Erasmus kepada Kompas.com, Kamis (2/11/2017).
Erasmus menilai, meme yang dibuat oleh warganet bukan lah sebuah penghinaan. Meme tersebut adalah bentuk kreativitas warganet untuk menyampaikan kritik terhadap Novanto sebagai pejabat publik yang tengah terjerat dalam kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP).
"Ini menimbulkan iklim ketakutan. Masyarakat jadi takut mengkritik (pejabat)," kata Erasmus.
Baca juga : Kala Meme Setya Novanto Berujung Pidana
Erasmus menambahkan, sejak awal ICJR mendesak pasal penghinaan dihapuskan dari Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebab, pasal tersebut selalu menjadi pasal karet oleh para pejabat. Polisi juga kerap tak bisa membedakan kritik dan penghinaan.
"Ini kan membuktikan, polisi tidak bisa bedakan lagi kritik dan penghinaan. Kalau Setya Novanto tetangga pelaku ini masalah pribadi sah-sah saja. Tapi ini kan Novanto pejabat publik," kata dia.
Polisi menangkap penyebar meme wajah Setya Novanto saat mengenakan masker alat bantu tidur (continuous positive airway pressure) di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta. Polisi menangkap pelaku berinisial DKA di rumahnya di Tangerang sekitar pukul 22.00 WIB, Selasa (31/10/2017).
Baca juga : Penyebar Meme Setya Novanto Saat Sakit Mengaku Hanya Iseng
Perempuan berusia 29 tahun itu kini telah berstatus tersangka dan dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-undang No. 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Belakangan, DKA dilepas oleh pihak kepolisian. Polisi juga saat ini masih memburu pembuat dan penyebar meme Setya Novanto lainnya.
Meme tentang Novanto beredar di media sosial pascaputusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebaskan Novanto dari penetapan tersangka oleh KPK. Novanto sempat terjerat kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Tak baik
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menilai, kebebasan memiliki aturan dan batasan. Termasuk dalam kebebasan berekspresi di media sosial.
(baca: Golkar: Tak Baik Indonesia Hidup di Tengah Banyak Meme)
"Apabila itu dilanggar maka tentu pihak berwajib, penegak hukum akan mengambil tindakan," kata Idrus di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis.
Menurut dia, banyak guyonan berbentuk meme yang sudah melebihi batas wajar.
Idrus menegaskan, jangan sampai bangsa ini diwarnai oleh komunikasi politik yang tidak memerhatikan aturan dan etika.
"Kalau itu menjadi kebiasaan semua rakyat Indonesia berarti kita hidup di tengah meme-meme itu. Bagaimana bangsa yang hidup di tengah-tengah itu?" tuturnya.
Idrus tak mengkhawatirkan jika proses hukum terhadap para penyebar meme tersebut berdampak antipati terhadap Golkar.
"Saya kira tidak (antipati). Masyarakat pasti memahami itu. Kita ikuti aturan yang ada, nilai-nilai yang ada," kata Idrus.