"KAMI Tidak Takut Amerika, Bravo TNI!", begitu bunyi spanduk yang terpampang di sekitar Stasiun Gambir, hanya beberapa ratus meter dari Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Markas Besar Kostrad.
Protes itu terkait dengan penolakan kunjungan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke Washington DC Amerika Serikat pada Sabtu 21 Oktober 2017.
Alasan penolakan itu sampai saat ini tidak jelas. Kedutaan Besar AS melalui wakil duta besar telah menyampaikan permohonan maaf dan menyesalkan peristiwa tersebut.
Mereka juga berjanji akan memfasilitasi dan menerima dengan hangat kunjungan Panglima TNI. Namun, alasan dan latar belakang penolakan itu tidak disinggung oleh Kedubes AS.
Sebagaimana informasi yang beredar, penolakan dikeluarkan oleh Custom dan Border Protection Agency AS, sebuah badan di AS yang punya otoritas untuk mengizinkan atau bahkan melarang seseorang datang ke AS.
Tugas pokok badan itu adalah melindungi warga AS dari berbagai ancaman, baik manusia atau barang-barang berbahaya seperti persenjataan.
Baca juga : AS Masih Investigasi Alasan Gatot Nurmantyo Sempat Dilarang Masuk
Entah mimpi apa Jenderal Gatot, karena tidak ada yang bermasalah terkait dengan administrasi kunjungan Jenderal Gatot, karena ia sudah memegang visa kunjungan dan mendapatkan surat undangan resmi dari Kepala Staf Gabungan Bersenjata AS.
Maka, sungguh pantas jika kita pun ikut geram dan jengkel, karena seorang pejabat negara yang sedang menjalankan tugas resmi dari Presiden RI mendapat perlakuan yang semena-mena.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan bahwa ia telah bisa menerima permohonan maaf dan penyesalan yang disampaikan Kedubes AS. Namun, tegas Retno, itu belum cukup, karena pemerintah memerlukan penjelasan resmi alasan perlakuan yang dialami Jenderal Gatot.
Baca juga : Indonesia Desak AS Ungkap Alasan Tolak Kehadiran Gatot Nurmantyo
Seharusnya, Jenderal Gatot akan menghadiri Konferensi Para Kepala/Panglima Militer/Pertahanan tentang Kounter Terorisme Ekstrim di Washington DC pada 23-24 Oktober 2017. Kehadirannya amat ditunggu oleh pengundang, yaitu Kepala Staf Gabungan bersenjata AS Jenderal Joseph E Dunford.
Pertemuan tersebut sangat strategis bagi kedua negara yang berkomitmen bekerjasama memerangi terorisme yang telah menjadi ancaman global. Dengan adanya pertemuan itu, Indonesia akan berbagi pendekatan dan pengalaman dalam menghadapi terorisme.
Sejak AS membuka embargo senjata dan kerjasama militer dengan Indonesia pasca-Insiden Santa Cruz Dili Timor Timur (saat ini Timor Leste) pada 1991, kedua negara telah secara intensif bekerjasama untuk meningkatkan kapasitas dan skill pasukan militer kedua negara melalui banyak program, di antaranya latihan militer gabungan.
Di tengah hangatnya kerjasama kedua negara itu, sungguh pantas jika insiden yang dialami oleh Jenderal Gatot menjadi "kerikil tajam" bagi hubungan bilateral dan diplomatik kedua negara.
Baca juga : Kronologi Dilarangnya Panglima TNI Gatot Nurmantyo Masuk ke Wilayah AS
Kita masih menunggu investigasi mendalam atas insiden yang berdampak bagi hubungan kedua negara ini, yaitu penjelasan yang terbuka dan transparan atas apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana langkah pemulihannya.
Apa yang sebenarnya terjadi, apakah murni persoalan administrasi, koordinasi, sistem, ataukah alasan lain?
Namun yang pasti, langkah yang diambil oleh Pemerintah AS haruslah cepat agar masalah ini menjadi clear sehingga martabat Panglima TNI, institusi TNI, dan Pemerintah RI, terpulihkan dan dihormati, serta segala kecurigaan bisa dibuang jauh-jauh.
Menjelaskan alasan penolakan AS secara gamblang, justru akan membantu Indonesia untuk memahami posisi AS dan pada akhirnya bisa memakluminya. Mengubur dalam-dalam terkait alasan AS, justru menyumbat kran informasi yang bisa berpotensi memelihara benih-benih saling curiga dan rasa benci. Tak ada jalan lain kecuali transparan saja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.