Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Hakim MK: Hakim Cepi Langgar Hukum Acara di Praperadilan Novanto

Kompas.com - 18/10/2017, 14:28 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan menilai, hakim Cepi Iskandar telah melanggar mekanisme hukum acara pidana saat sidang praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

Saat sidang praperadilan, hakim Cepi menolak permohonan Biro Hukum KPK untuk memutar rekaman yang menjadi landasan penetapan Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

"Dia tidak patuh pada hukum acara. Hakim tidak boleh menolak bukti dari para pihak. Orang mau dihukum mati aja harus didengar pendapatnya," ujar Maruarar dalam diskusi Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) terkait praktik korupsi di lembaga peradilan, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/10/2017).

(baca: KPK Ingin Putar Rekaman di Sidang Praperadilan Novanto, Hakim Menolak)

Maruarar juga menilai alasan hakim Cepi menolak pemutaran rekaman tidak bisa dijadikan pembenaran.

Saat itu, hakim Cepi beralasan meski pembuktian penting, namun tetap harus ada perlindungan HAM.

Cepi tak masalah rekaman diputarkan jika tak ada nama-nama tertentu yang disebutkan di dalamnya.

Namun, ia tak setuju rekaman diputar jika ada nama-nama tertentu yang disebutkan.

(baca: Ketua KPK Kecewa Hakim Praperadilan Novanto Tolak Pemutaran Rekaman)

Cepi meminta agar rekaman itu diserahkan saja kepadanya dalam bentuk digital. Nantinya, ia akan menilai apakah rekaman itu bisa dijadikan bukti atau tidak.

Karena hakim menolak, rekaman tersebut akhirnya tidak jadi diputarkan. KPK juga tidak jadi menyerahkan rekaman itu kepada hakim sebagai bukti.

Menurut Maruarar, Cepi seharusnya bisa mengabulkan permintaan KPK dan memutuskan sidang tersebut digelar tertutup.

"Itu sidang bisa tertutup. Kalau itu sudah dilakukan maka saya bisa bilang dia tidak melakukan pelanggaran," kata Maruarar.

(baca: Ketua KY: Hakim Cepi Sudah Empat Kali Dilaporkan)

Hakim Cepi sebelumnya menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Novanto. Dalam putusannya, penetapan tersangka Novanto oleh KPK dianggap tidak sah.

Dampaknya, KPK harus menghentikan penyidikan kasus Novanto terkait kasus e-KTP.

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, yang di dalamnya terdapat Indonesia Corruption Watch (ICW), Madrasah Anti Korupsi (MAK) Muhammadiyah, dan Tangerang Public Transparancy Watch (Truth) melaporkan hakim Cepi ke Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung.

Para pelapor melihat sejumlah kejanggalan dalam sidang praperadilan tersebut.

Adapun KPK memastikan akan menerbitkan kembali surat perintah penyidikan yang baru untuk menetapkan Novanto sebagai tersangka.

Kompas TV KPK mempelajari kemungkinan menerbitkan surat perintah penyidikan baru, dalam kasus korupsi KTP elektronik dengan tersangka ketua DPR Setya Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com