Yang mungkin terlewat oleh para pakar ilmu sosial politik kelas dunia itu adalah ada yang keempat, (yang mungkin) khusus di Indonesia yaitu populisme primordial. Definisi primordialisme adalah: sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Sumber Wikipedia.
Dalam hal ini yang terkuat adalah primordialisme agama. Kita semua mafhum apa yang terjadi beberapa tahun belakangan semenjak Pilpres 2014 sampai sekarang yang baru lewat Pilgub 2017.
Baca juga: Faktanya, Semua Orang Indonesia "Imigran", Tidak Ada yang Pribumi
Pribumi bersifat autochton (melekat pada suatu tempat). Secara lebih khusus, istilah pribumi ditujukan kepada setiap orang yang terlahir dengan orang tua yang juga terlahir di suatu tempat tersebut. Lihat di Wikipedia.
Mengutip lebih jauh dari Wikipedia, istilah "pribumi" sendiri muncul di era kolonial Hindia Belanda setelah diterjemahkan dari inlander (bahasa Belanda untuk "pribumi").
Istilah ini pertama kali dicetuskan dalam undang-undang kolonial Belanda tahun 1854 oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk menyamakan beragam kelompok penduduk asli di Nusantara kala itu, terutama untuk tujuan diskriminasi sosial.
Selama masa kolonial, Belanda menanamkan sebuah rezim segregasi (pemisahan) rasial tiga tingkat: ras kelas pertama adalah "Europeanen" ("Eropa" kulit putih); ras kelas kedua adalah "Vreemde Oosterlingen" ("Timur Asing") yang meliputi orang Tionghoa, Arab, India maupun non-Eropa lain; dan ras kelas ketiga adalah "inlander", yang kemudian diterjemahkan menjadi "pribumi".
Sistem ini sangat mirip dengan sistem politik di Afrika Selatan di bawah apartheid, yang melarang lingkungan antar-ras ("wet van wijkenstelsel") dan interaksi antar-ras yang dibatasi oleh hukum "passenstelsel".
Pada akhir abad ke-19 Pribumi-Nusantara seringkali disebut dengan istilah Indonesiërs ("Orang Indonesia").
“Tidak ada gen murni Indonesia,” kata Prof Dr. Herawati Supolo-Sudoyo M.S. Ph.D, ahli genetika dari Lembaga Eijkman, dalam seminar Kebinekaan, Warisan Budaya Nusantara, yang diadakan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Jabodetabek, di Jakarta, Selasa (16/5).
Di luar banyak etnis Indonesia yang jumlahnya sudah ratusan sendiri, para pendatang dari luar terbesar terdiri dari tiga etnis: India, Tionghoa dan Arab; yang datang secara bergelombang dari berbagai kurun waktu ke berbagai tempat di seluruh penjuru Nusantara.
Secara umum, genetika orang Indonesia kira-kira adalah 74 persen Asia Tenggara dan Oseania, 9 persen Asia Selatan, 5 persen Asia Timur, 6 persen Arab, dan 6 persen Afrika.
Jadi, tidak ada satupun etnis di Nusantara yang memiliki galur genetika murni single ethnic.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.