Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Dinilai Jadi Kendala Densus Tipikor Punya Kewenangan Penuntutan

Kompas.com - 13/10/2017, 06:06 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Pidana Ganjar Laksmana menilai, tidak mungkin Detasemen Khusus Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Mabes Polri untuk punya kewenangan penuntutan.

Menurut Ganjar, keinginan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian agar Polri mengadopsi sistem penyidikan dan penuntutan satu atap seperti halnya KPK, tidak memiliki dasar hukum.

"Kalau Densus Tipikor punya kewenangan penuntutan, kan jadi KPK baru. Poinnya begini, densus ini dibentuk dengan dasar hukum apa?" kata Ganjar, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (12/10/2017) malam.

Menurut Ganjar, sistem itu bisa saja diadopsi jika dibuat undang-undang khusus terkait pembentukan Densus Tipikor. Namun, sejauh ini Ganjar belum mendengar ada undang-undang yang dibuat khusus untuk itu.

"Sampai dengan detik ini saya belum pernah dengar draf rancangan Undang-Undang Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi, kan enggak ada. Jadi ini harus dengan undang-undang. Kalau tidak dengan undang-undang, sudah jangan mikir ada kewenangan penuntutan," ujar Ganjar.

(Baca juga: Mencontoh KPK, Kapolri Ingin Penyidik dan Jaksa Satu Atap di Densus Tipikor)

Ia memahami keinginan Kapolri bertujuan baik, yakni dengan sistem satu atap, proses koordinasi sampai ke penuntutan bisa berjalan cepat.

Namun, tanpa undang-undang untuk Densus Tipikor, tetap saja penuntutnya akan dari luar densus.

Dengan rencana Kapolri itu, Jaksa Agung, lanjut Ganjar, tentu tidak mau jaksanya ada di bawah kepolisian, karena dimasukkan ke dalam Densus Tipikor.

Sedangkan Polri dengan membentuk Densus Tipikor, tentu tidak mau densus tersebut ada di bawah kejaksaan.

"Ya harus lewat undang-undang," ujar Ganjar lagi.

Ganjar juga menilai bahwa keinginan Kapolri punya penuntut sendiri bukan berarti Kapolri menilai ada masalah di kejaksaan.

Sebab, Kapolri sebelumnya menyinggung soal berkas yang kerap bolak-balik antara penyidik dan jaksa.

"Saya melihat bukan karena itu. Begini masalahnya, bukan cuma di tindak pidana korupsi, di tindak pidana umum pun berkas sering bolak-balik. Kenapa, pertama kan karena kejaksaan memang tidak dilibatkan sejak penyelidikan dan penyidikan. Makanya harus ada SPDP, supaya ada jaksa yang meneliti berkas," ujar Ganjar.

Di sisi lain, lanjut Ganjar, sebetulnya tidak semua polisi berlatar belakang pendidikan ilmu hukum. Padahal, menentukan ada atau tidaknya tindak pidana, ukurannya murni hukum.

"Jadi di sisi itu memang kalau dibilang gap, ada gap. Tapi memang diatur gitu, penyelidik, penyidik, tidak harus berlatar belakang hukum. Karena dia melakukan pendekatan yang berbeda," ujar Ganjar.

"Tetapi, karena ujungnya itu penuntutan, maka penyelidikan dan penyidikan itu harus berkoordinasi dengan kejaksaan," kata dia.

(Baca juga: Kapolri: Butuh Rp 2,6 Triliun untuk Bentuk Densus Tipikor)

Ganjar menyatakan, masih ada yang belum bisa membedakan kewenangan polisi dan kewenangan penyidik polisi.

Sebagai polisi, lanjut Ganjar, dia punya atasan Kapolri bukan Jaksa Agung. Akan tetapi ketika sebagai penyidik, fungsi penyidikannya harus berkoordinasi dengan fungsi penuntutan.

"Jadi kalau tidak berkoordinasi, tidak di bawah kendali penuntut umum, ya perkara bolak-baliklah," ujar Ganjar.

Kapolri menambahkan, salah satu kelebihan KPK adalah penyidik dan penuntut umum bisa berkoordinasi langsung. Hal itu dianggapnya baik untuk dicontoh.

Keinginan Kapolri itu sebelumnya sudah diungkapkan dalam rapat bersama Komisi III DPR. Kapolri berharap Komisi III ikut mendukung dan menyampaikan agar kesepakatan tersebut bisa tercapai.

"Sehingga ada kesepakatan antara Polri dan Kejaksaan tentang tim ini," ucap Kapolri.

(Baca juga: KPK Sambut Baik Rencana Pembentukan Densus Tipikor Polri)

Jaksa Agung menolak

Kejaksaan Agung sebelumnya enggan bergabung dengan Densus Tipikor. Menurut Jaksa Agung M Prasetyo, jika bergabung Densus Tipikor, ada kekhawatiran Kejaksaan Agung dinilai sebagai saingan KPK.

"Menghindari ada anggapan nanti ini (bergabungnya kejaksaan ke Densus Tipikor) dianggap saingan KPK," kata Prasetyo, saat rapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10/2017).

(Baca: Khawatir Dianggap Saingan KPK, Kejagung Enggan Gabung Densus Tipikor)

Apalagi, memang belum ada dasar hukum penyatuan Polri dan Kejaksaan dalam sebuah lembaga untuk memberantas korupsi.

Oleh karena itu, Kejaksaan memilih tetap berpegang pada KUHAP yang mengatur bahwa Kejaksaan menerima hasil penyelidikan dan penyidikan dari Polri untuk diproses.

Kompas TV Ketua KPK Agus Rahardjo mendukung wacana pembentukan detasemen khusus tindak pidana korupsi untuk polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com