JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Kadir Karding mengakui bahwa saat ini terjadi penurunan daya beli di masyarakat.
Hal itu, kata Karding, terlihat dari sepinya pembelian properti dan produk elektronik di sejumlah pusat perbelanjaan.
"Saya punya teman bangun 20 rumah tapi dua tahun baru laku dua atau tiga. Biasanya belum selesai dibangun sudah habis," kata Karding di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10/2017).
"Pasar, mal, juga tidak terlalu seramai dahulu. Di Glodok juga banyak ruko tutup," ujar dia.
Namun, Karding menegaskan bahwa PKB tetap akan mendukung dan menyukseskan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla hingga berakhir pada 2019.
(Baca juga: Jokowi Tunjuk Lawan Politiknya Sengaja Ciptakan Isu Daya Beli Menurun)
Selain itu, Karding mengatakan, sejumlah infrastruktur yang dibangun Jokowi sangat bermanfaat bagi masyarakat meski belum bisa dinikmati sekarang.
Ia meyakini infrastruktur yang dibangun Jokowi akan terasa manfaatnya pada 10 hingga 15 tahun ke depan.
Saat ditanya apakah akan kembali mendukung Jokowi di Pemilu 2019, Karding menjawab hal itu akan dibahas PKB pada 2018.
Ia pun mengatakan, sanksi akan diberikan kepada pengurus PKB yang berkomentar berlebihan terkait pencapresan.
"Misalnya ada yang mengatakan PKB buka ruang sama Gatot (Nurmantyo), itu enggak benar. Dan teman-teman (pengurus PKB) yang suka melakukan pernyataan akan kami evaluasi dan akan kami tegur, diberi peringatan," tutur Karding.
"Jangan sampai isu soal pencalonan presiden ke sana, ke mari. Energi kita habis untuk itu lalu tidak ada, meninggalkan pekerjaan sesungguhnya. Yang dibutuhkan masyarakat ini bukan isu pilpres tapi pekerjaan agar kehidupan masyarakat lebih baik," tutur dia.
Sebelumnya, Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih mendapatkan rapor merah di sejumlah sektor ekonomi.
Rapor merah ini berdasarkan survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada 17-24 September 2017.
(Baca juga: Survei Indikator: Mayoritas Merasa Makin Sulit Beli Kebutuhan Pokok dan Cari Kerja)
Dalam hal membeli kebutuhan pokok, misalnya. Sebanyak 43 persen responden merasa semakin berat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari.
Hanya 18 persen yang menyatakan pemenuhan kebutuhan pokok semakin ringan dibanding tahun lalu.