Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pleidoi, Ini Bantahan Eks Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur

Kompas.com - 11/10/2017, 12:44 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Atase Imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Dwi Widodo, menyatakan keberatan dengan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu disampaikan Dwi Widodo saat membacakan pleidoi di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/10/2017).

Dwi Widodo merupakan terdakwa pada kasus suap terkait dengan proses penerbitan paspor RI dengan metode reach out pada 2016 dan proses penerbitan calling visa pada periode 2013-2016 di KBRI Kuala Lumpur.

Keberatan Dwi, misalnya soal penerimaan uang dalam pelaksanaan kegiatan reach out. Menurut Dwi, ada perbedaan total uang yang disebutkan jaksa dengan yang sebenarnya ia terima.

"Jumlah totalnya adalah 49.250 ringgit Malaysia, bukan sejumlah 63.500 ringgit Malaysia sebagaimana dakwaan maupun tuntutan jaksa penuntut umum," kata Dwi, di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/10/2017).

(Baca juga: Mantan Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Dituntut Lima Tahun Penjara)

Kemudian, Dwi Widodo membenarkan telah menerima uang sebesar Rp 535.157.102 dalam kurun waktu selama 2013-2016, sebagaimana yang didakwa dan di surat tuntutan.

Namun, ia membantah uang itu dimiliki dan dikuasai pribadi. Menurut dia, itu tak digunakan selain untuk pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), penerbitan calling visa, dan untuk kegiatan operasional bidang imigrasi pada KBRI Kuala Lumpur.

Menurut Dwi, hal itu sesuai dengan keterangan saksi Elly Yanuarin Dewi, selaku bendahara, dalam sidang dan BAP.

Dalam kurun waktu 2013-2016, lanjut Dwi, dirinya telah menyerahkan uang antara lain tahun 2014 dengan lima kali pemberian sebesar total 13.500 RM.

Pada 2015 diserahkan sebanyak 7 kali pemberian dengan jumlah total 31.500 RM. Selanjutnya pada 2016 diserahkan total 35.000 RM, sehingga total yang ia serahkan 80.000 RM atau setara Rp 270 juta rupiah

"Hal ini untuk kegiatan operasional di bidang imigrasi KBRI Kuala Lumpur," ujar Dwi.

Kemudian, ia juga keberatan dengan tuntutan jaksa yang menyatakan uang Rp 535.157.102 merupakan kerugian negara.

(Baca juga: Mantan Atase di KBRI Kuala Lumpur Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 535 Juta)

Sebab, lanjut Dwi, uang tersebut secara fakta dan nyata diperoleh dari pihak sponsor sebagai ucapan terima kasih atas bantuannya untuk mengurus, meneruskan permohonan calling visa melalui berita faks dan penerbitan calling visa setelah mendapat persetujuan dari Ditjen Imigrasi.

"Sehingga tidak tepat kiranya apabila saya harus ganti kerugian tersebut. Karena selain tidak ada uang negara yang saya ambil atau saya gunakan, dan uang tersebut juga tidak sepenuhnya saya kuasai atau saya miliki," ujar Dwi.

"Demikian juga kalau dikaitkan dengan penerbiatan visa atau paspor bahwa tidak mungkin paspor atau paspor keluar kalau tidak dibayar terlebih dahulu. Jadi harus dibayar terlebih dahulu baru paspor itu dapat keluar dan calling visa dapat keluar," ujar Dwi.

Di akhir pleidoinya, Dwi menyatakan, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan dan kelalaiannya, ia akan bertanggung jawab atas sanksi yang diberikan sesuai dengan yang ia lakukan.

(Baca juga: Atase KBRI Malaysia Terima Uang dari Biro Jasa untuk Penerbitan "Calling Visa")

Ia pun berjanji untuk tidak lagi melakukan perbuatan melanggar hukum, khususnya tindak pidana korupsi.

"Tuhan akan merancang rencana yang lebih indah dalam hidup saya. Untuk itu melalui majelis hakim Yang Mulia, saya memohon keadilan dan berharap diberikan hukuman yang seringan-ringannya, untuk ringankan beban saya, anak istri dan cucu saya, serta keluarga besar saya," ujar dia.

Dalam kasus ini, Dwi diduga meminta pihak perusahaan sebagai agen atau makelar pengurusan paspor dan visa bagi tenaga kerja asal Indonesia di Malaysia. Para TKI yang paspornya rusak atau hilang, dibantu untuk mengurus yang baru.

Namun, dalam pengurusan administrasi tersebut, pihak perusahaan dan Dwi diduga melakukan pemungutan uang yang jumlahnya jauh lebih tinggi dari tarif yang sebenarnya.

Atas hal tersebut, Dwi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kompas TV Ini Hasil Survei Anti Korupsi Tahun 2017


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com