Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangkan Setya Novanto, Hakim Cepi Dilaporkan ke Badan Pengawas MA

Kompas.com - 05/10/2017, 13:10 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Cepi Iskandar yang menjadi hakim tunggal pada sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi, dilaporkan ke Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung, Kamis (5/10/2017).

Pelapor merupakan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, yang di dalamnya terdapat Indonesia Corruption Watch (ICW), Madrasah Anti Korupsi (MAK) Muhammadiyah, dan Tangerang Public Transparancy Watch (Truth).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, Hakim Cepi dilaporkan karena pihaknya menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam sidang praperadilan tersebut.

Hakim tunggal Cepi Iskandar (kanan) memimpin sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (12/9/2017). Sidang praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan proyek E-KTP Setya Novanto itu ditunda hingga tanggal 20 September karena pihak KPK meminta penundaan sidang untuk menyiapkan dokumen dan administrasi. ANTARA FOTO/Reno Esnir/Spt/17ANTARA FOTO/RENO ESNIR Hakim tunggal Cepi Iskandar (kanan) memimpin sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (12/9/2017). Sidang praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan proyek E-KTP Setya Novanto itu ditunda hingga tanggal 20 September karena pihak KPK meminta penundaan sidang untuk menyiapkan dokumen dan administrasi. ANTARA FOTO/Reno Esnir/Spt/17
"Kita melihat ada beberapa kejanggalan selama proses persidangan praperadilan Setya Novanto yang dipimpin oleh hakim Cepi Iskandar, dan hari ini kami melaporkan secara resmi di Badan Pengawas MA," kata Kurnia, di kantor Bawas Mahkamah Agung, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, Kamis siang.

(Baca: Hakim Cepi: Tak Sah Penetapan Tersangka Setya Novanto oleh KPK)

Pelaporan terhadap hakim, menurutnya, sudah diatur dalam undang-undang apabila terdapat kejanggalan selama proses persidangan.

Dalam melaporkan Hakim Cepi, Koalisi membawa sejumlah bukti seperti berita media soal proses praperadilan Novanto.

"Kami kumpulkan seperti contoh bukti sekundernya ada klipingan media, yang membuktikan bahwa benar Hakim Cepi Iskandar menunda keterangan ahli (KPK), dan menolak memperdengarkan rekaman dari KPK, dan itu kami kaji ternyata banyak yang bertentangan dengan hukum," ujar Kurnia.

(Baca: Ketua KY: Hakim Cepi Sudah Empat Kali Dilaporkan)

Koalisi berharap Bawas MA berperan aktif menyelidiki Hakim Cepi dan mempelajari putusan praperadilan yang dibuat hakim tersebut.

"Kami berharap Badan Pengawasan Mahkamah Agung bisa memanggil hakim Cepi Iskandar, mempelajari lebih lanjut putusannya, melihat pertimbangan-pertimbangannya," ujar Kurnia.

Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017. Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.

Saat menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR. Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP.

Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Atas penetapan tersebut, Novanto mengajukan gugatan praperadilan. Status Novanto sebagai tersangka dinyatakan gugur setelah gugatan praperadilannya dikabulkan. Hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar menganggap penetapan tersangka Novanto tidak sah.

Menurut Cepi, seharusnya penetapan tersangka dilakukan pada akhir tahap penyidikan suatu perkara. Hal itu untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.

Selain itu, Cepi juga menilai alat bukti yang diajukan berasal dari penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis bersalah melakukan korupsi e-KTP. Menurut Cepi, alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan akan terus melanjutkan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi KTP elektronik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com