Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KUHAP Dinilai Tak Batasi KPK Terbitkan Sprindik Baru untuk Novanto

Kompas.com - 29/09/2017, 21:45 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Pelaksana Tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indriyanto Seno Adji, mengatakan bahwa KPK dapat menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk menetapkan kembali Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka.

"Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak membatasi penegak hukum untuk menerbitkan sprindik lagi, sepanjang dipenuhi minimal alat bukti," kata Indriyanto dalam keterangannya, Jumat (29/9/2017).

Apalagi, kata dia, ketentuan ini diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.

Dalam putusan itu disebutkan bahwa perlindungan terhadap hak tersangka tidak diartikan tersangka tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana.

"Sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar," kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana itu.

(Baca juga: KPK Kecewa Penetapan Tersangka Novanto Dinyatakan Tak Sah)

Karena itu, kata Indriyanto, penerbitan sprindik baru dan penetapan kembali status tersangka atas Ketua Umum DPP Partai Golkar itu tetap bisa dilakukan oleh lembaga anti-rasuah sebagaimana hukum yang berlaku.

"Jadi silakan saja dengan lebih memilah secara akurasi terhadap revisi minimal atau lebih dari dua alat bukti," kata Indriyanto.

"Apa pun putusan hakim tetap harus dihormati dan persoalan pro-kontra adalah sesuatu yang wajar. Karena itu harus ditelaah dapat tidaknya digunakan langkah hukum bagi Setnov," tutur dia.

Dalam sidang praperadilan, Hakim Cepi Iskandar menerima sebagian gugatan yang diajukan Novanto. Dalam putusannya, penetapan tersangka Novanto oleh KPK dianggap tidak sah. Menurut hakim, KPK harus menghentikan penyidikan kasus Novanto.

Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu. Ia lalu mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 4 September 2017.

Gugatan terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel. Novanto keberatan atas status tersangka dari KPK.

Ketua Umum Partai Golkar ini diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.

(Baca juga: Batalkan Status Tersangka Novanto, Hakim Dianggap Tak Peduli Kerugian Negara Akibat Korupsi)

 

Sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Pihak Novanto sebelumnya meminta KPK menghentikan sementara penyidikan hingga ada putusan praperadilan. Novanto dua kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka lantaran dirawat di rumah sakit.

Kompas TV Jumat (29/9) sore di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akan digelar lanjutan sidang praperadilan gugatan Ketua DPR Setya Novanto terhadap KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com