Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Didik Supriyanto
Kolumnis

Kolomnis, tinggal di Semarang, bisa dihubungi melalui didik.rangga@gmail.com. Selain menulis di beberapa media, Didik Supriyanto juga menulis sejumlah buku pemilu. Daftar buku-buku pemilu karya Didik Supriyanto bisa dilihat di https://goo.gl/8rSaEm

Membangun Sistem yang Memudahkan Pemilih

Kompas.com - 27/09/2017, 21:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

DUA pekan terakhir, banyak isu politik yang terkait langsung atau tidak dengan pemilu. Misalnya, bupati/wali kota korupsi karena terbebani biaya pilkada dan pemutaran film PKI dan pembelian 5.000 senjata, disebut-sebut sebagai manuver menjelang Pemiu 2019.

Tentu menarik untuk mengulas isu panas tersebut dari perspektif pemilu. Tetapi saya tidak melakukannya saat ini. Sebab kalau saya ikuti isu tersebut, maka sebagaimana biasa terjadi sebelumnya, isu pemilih yang sudah kita bahas sebelumnya, akan terlewat lagi.

Pemilih adalah warga negara yang mempunyai hak pilih. Mereka sumber kedaulatan, karena itu mereka adalah subjek utama pemilu.

Namun dalam perbincangan pemilu, posisi dan perannya sering diabaikan. Jika pun dibahas, sebatas pada masalah administrasi: bagaimana agar setiap warga negara yang mempunyai hak pilih namanya masuk dalam daftar pemilih.

Baca juga: Pemilu Paling Rumit di Dunia dan Akhirat

Dalam pembahasan Undang-Undang Pemilu misalnya, pemilih nyaris tidak pernah ditempatkan sebagai subjek, sehingga pertanyaan seperti ini tidak muncul: sistem pemilu macam apa yang mampu mewujudkan kedaulatan warga negara? Sistem pemilu seperti apa yang membuat pemilih mampu bersikap rasional dalam memberikan suara?

Tentu rasionalitas pemilih punya preferensi politik masing-masing. Kadang preferensi itu diyakini sedemikian rupa sehingga muncul sikap: hidup atau mati ikut Partai A, atau apapun yang terjadi pilih Calon B.

Namun setidaknya, itu menunjukkan pengetahuan atau keyakinan menjadi pertimbangan dalam memberikan suara, bukan karena uang atau bingkisan.

Sudah dibahas sebelumnya, dalam pemilu legislatif, pemilih kita mengalami kesulitan untuk bersikap rasional akibat banyaknya calon yang harus dipilih.

Dengan 12 partai politik peserta pemilu legislatif, untuk memilih 3 lembaga, yakni DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, calonnya sangat banyak: paling sedikit 108 calon untuk daerah pemilihan berkursi 3 (minimal) dan 432 calon untuk daerah pemilihan berkursi 12 (maksimal).

Ini masih ditambah lagi 20 sampai 30 calon anggota DPD. Masalahnya akan bertambah rumit pada Pemilu 2019, karena pemilu presiden diserentakkan dengan pemilu legislatif.

Jika hadirnya begitu banyak calon membuat pemilih bingung dalam memberikan suara, atau menyulitkan pemilih dalam bersikap rasional, maka tindakan yang harus dilakukan adalah mengurangi jumlah calon.

Apakah dengan demikian kita harus beralih dari sistem pemilu proposional (yang menyediakan banyak kursi di setiap daerah pemilihan), ke sistem pemilu mayoritarian (yang menyediakan hanya 1 kursi dalam setiap daerah pemilihan)?

Baca juga: Pemilih Indonesia Secerdas Pemilih Amerika Serikat

Saya menjawab, tidak. Sebab, sistem mayoritarian yang menerapkan prinsip winner take all, tidak cocok dengan masyarakat plural seperti Indonesia. Dominasi kelompok atau partai tertentu yang dihasilkan pemilu bisa menimbulkan kerawanan politik dan pemerintahan.

Sejarah juga menunjukkan, upaya menerapkan sistem mayoritarian selalu kandas. Pada awal kemerdekaan, Soekarno gagal membentuk partai tunggal (yang sejalan dengan sistem mayoritarian).

Pada awal Orde Baru, Soeharto tidak berhasil memaksakan sistem mayoritarian. Demikian juga pada awal reformasi, usulah Habibie untuk menggunakan sistem mayoritarian ditolak banyak pihak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com