Senjata itu kemudian diminta untuk diamankan oleh supir Budi, Akbar, yang mengantar sang ibu ke bandara. Namun, belakangan Akbar kemudian ditangkap polisi beserta senjata pusaka tersebut.
"Akbar dan senjata diambil," ujar Linda.
Karenanya, ketika kasus ini berlanjut, sambung Linda, Budi dituduh ketika melakukan protes penambangan timah membawa senjata. Adapun yang melakukan protes disebut berjumlah 20 orang.
"Tapi dikatakan senjata yang ditemukan 53 buah. Dan tidak disita dari lokasi kejadian. Jadi kalau senjata itu yang dipakai sebagai tuduhan kepada adik saya, itu adalah senjata dari rumah," ujar Linda.
Bahkan, Sang Ibu juga saat itu nyaris ditangkap polisi. Budi kemudian melaporkan langkah Polres Bangka itu kepada pihak Pemerintah Indonesia.
Menurut Linda, Kapolri saat itu memutasi Kapolres Bangka AKBP I Bagus Rai Erliyanto. Namun, dua tahun setelah kejadian itu berlalu, adiknya tiba-tiba ditangkap tim buser dengan membawa surat perintah di Bandung pada 3 Agustus 2017.
"Yang ketika adik saya bertanya ini tentang apa kasusnya, rupanya ini kasus dua tahun lalu dan yang memperkarakan dia adalah Kapolres Bangka yang sekarang ini," ujar Linda.
(Baca juga: Warga Tuntut Pulihkan Pulau Bangka yang Rusak oleh Perusahaan Tambang)
Dalam kasus ini, polisi menjerat Budi dengan sejumlah pasal. Salah satunya Pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Budi dijerat pasal ini atas laporan seseorang bernama Caca.
Budi dianggap DPO karena dianggap tidak penuhi panggilan atas laporan itu. Kemudian Budi juga dijerat dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 pada ayat 1 tentang kepemilikan senjata api dan tajam.
Dia dituduh membawa senjata api, senjata tajam dan melakukan segala kejahatan yang tercantum dalam undang-undang itu, termasuk memimpin pemberontakan bersenjata terhadap Negara kesatuan Republik Indonesia dan separatisme.
Padahal, menurut Linda, syarat mutlak untuk dikenakan pasal itu adalah tertangkap tangan dan dengan senjata api atau senjata tajam di badan. Namun, saat ditangkap di Bandung tidak ada senjata api dan atau senjata tajam di badan.
Polisi juga dinilai janggal karena menyangkakan Budi dengan Pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Padahal, pasal ini sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2014.
Budi juga dijerat Pasal 55 KUHP tentang menganjurkan orang berbuat kejahatan.
Tanggapan Kapolres
Dilansir dari Bangka Pos, Kapolres Bangka AKBP Johannes Bangun membantah bahwa ada rekayasa dalam kasus Budi Tikal alias Panglima.
"Sebab, penangkapan itu resmi dan sesuai prosedur. Penangkapan dilengkapi surat perintah," ucap Johannes Bangun.
"Ada saksi-saksinya yang melihat saat penangkapan dilakukan oleh anggota kita (Penangkapan Tersangka di Jawa Barat). Saat penangkapan, kita dokumentasikan, kita videokan, sebagai bukti bahwa anggota bekerja sesuai prosedur," kata dia.