JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Karsa Wira Utama, Winata Cahyadi, dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/9/2017).
Winata menjadi saksi untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Dalam persidangan, Winata mengaku awalnya menjadi pemenang dalam uji petik di Kementerian Dalam Negeri.
Ia juga mengikuti tender dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Namun, pada awal proses tender, perusahaan Winata dinyatakan kalah oleh panitia lelang.
Baca: Mengenal Johannes Marliem, Saksi Kunci Korupsi E-KTP yang Tewas di AS
Winata mengatakan, sebelum proses lelang dilakukan, dia pernah ditemui oleh Direktur Biomorf Johannes Marliem.
"Saya pemenang waktu uji coba. Dia minta saya pakai produk dia. Tapi saya bilang barang you jelek," ujar Winata kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Winata, saat itu Marliem menawarkan produk Automated Finger Print Identification System (AFIS).
Namun, menurut Winata, produk Marliem baru bisa menggunakan teknologi perekaman sidik jari.
Baca: Kepada KPK, Johannes Marliem Menolak Masuk BAP
Winata mengatakan, teknologi sidik jari memiliki kelemahan, karena tidak bisa diterapkan pada orang yang cacat fisik, atau yang memiliki gangguan pada sidik jari.
Ia kemudian menolak bekerja sama dengan Marliem.
Namun, untuk menutupi kejelekan produk tersebut, menurut Winata, Marliem menambahkan teknologi iris mata. Dengan demikian, perekaman dilakukan melalui mata.
"Belakangan saya tahu dia pakai iris untuk tutupi kejelekan produk dia," kata Winata.