Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Tak Ingin Penyakit Masa Lalu Menghinggapi Indonesia

Kompas.com - 09/09/2017, 10:04 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak ingin penyakit masa lalu yang pernah terjadi kembali menghinggapi Indonesia.

Hal tersebut disampaikan SBY saat menyampaikan pidato dalam acara syukuran hari ulang tahunnya yang ke-68 sekaligus syukuran hari ulang tahun ke-16 Partai Demokrat, di kediamannya di Cikeas, Jawa Barat, Sabtu (9/9/2017).

SBY menjelaskan, penyakit masa lalu tersebut, yakni kondisi politik, sosial, hukum dan ekonomi yang secara komulatif terbentuk sejak Indonesia merdeka.

SBY mengatakan, Indonesia patut melakukan refleksi sejarahnya. Sebab, pada Mei 2018, adalah genap 20 tahun reformasi Indonesia.

SBY mengingatkan, dahulu Indonesia mengalami krisis besar, dan nyaris menjadi negara gagal.

Presiden ke-enam RI itu menjabarkan beberapa penyebab krisis itu dan tuntutan saat ini.

"Di masa silam kita harus memilih. Pilih Ekonomi atau pilih demokrasi," kata SBY.

Sekarang, lanjut SBY, negara mesti bisa menghadirkan kedua-duanya. Ekonomi negara, menurut dia, makin kuat merata dan tidak merusak lingkungan hidup.

Namun tetap menjamin tegaknya nilai-nilai demokrasi.

Di masa silam, lanjut SBY, seolah kita harus memilih stabilitas politik dan keamanan atau kebebasan.

"Sekarang, negara mesti bisa menjamin tegaknya stabilitas politik dan keamanan tanpa harus menghilangkan hak rakyat untuk dapat menyampaikan pandangan dan suaranya," ujar SBY.

Di masa silam rakyat diminta sabar dan mau menerima keadaan pembangunan yang belum merata, karena negara harus meningkatkan dulu pertumbuhan ekonominya.

Di masa silam dalam kehidupan dalam kehidupan politik, aparat negara termasuk TNI, Polri dan BIN, sering tidak netral dan berpihak kepada penguasa dan partai politik tertentu.

"Sekarang, sesuai amanah reformasi, rakyat menghendaki negaranya adil. TNI, Polri serta BIN menjadi milik semua, milik rakyat Indonesia dan tidak menjadi perpanjangan kepentingan pihak-pihak tertentu," ujar SBY.

Di masa silam, lanjut SBY lagi, pemilihan umum dan pilkada dinilai tidak adil dan tidak demokratis karena aparat negara termasuk TNI, Polri dan BIN berpihak alias tidak netral.

Namun, sekarang dalam pemilu dan pilkada, SBY menyatakan, rakyat menghendaki semua aparat negara tidak digunakan untuk memenangkan partai politik atau pihak tertentu semata.

"Biarlah para kandidat dan partai politik berkompetisi secara sehat, fair dan demokratis," ujar SBY.

SBY menambahkan, dahulu kemerdekaan pers sangat dikontrol bahkan dibatasi. Media sering menjadi corong negara dan lebih menyuarakan kepentingan penguasa.

"Sekarang rakyat menghendaki pers dan media masa benar-benar adil menjadi pilar demokrasi yang tangguh dan ikut mengangkat perasaan dan suara rakyat," ujar SBY.

Adapun dalam hal penegakan hukum, di masa silam sering tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Penegakan hukum juga terkesan nuansa tebang pilihnya.

Berbeda sekarang, SBY mengatakan, rakyat menghendaki penegakan hukum berjalan secara adil dan tidak tebang pilih, serta bebas dari intervensi pihak manapun.

"Di masa silam, negara dinilai kurang gigih dalam memberantas korupsi. Sementara kolusi antara dunia bisnis dengan politik subur. Sekarang rakyat ingin negaranya makin bersih. Pemerintahannya makin transparan dan akuntabel," ujar SBY.

Karenanya, kolusi di dunia bisnis dan politik yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat, menurut SBY, harus ditiadakan.

"Semua hal yang saya sampaikan tadi yang hakekatnya merupakan penyakit-penyakit politik, sosial, hukum, dan ekonomi, yang diderita bangsa kita, yang secara komulatif terbentuk sejak Indonesia merdeka, itulah yang membuat negara kita dulu mengalami krisis," ujar SBY.

Karenanya reformasi dan transformasi yang dilakukan sejak tahun 1998 itu, lanjut SBY, tiada lain untuk menghilangkan dan mengenyahkan berbagai penyakit tadi.

"Tugas besar kita kedepan ini semua penyakit itu harus kita singkirkan dan jangan sampai masyarakat dan bangsa kita dihinggapi kembali," ujar SBY.

Ia mengakui tidak selalu mudah membuat Indonesia menjadi negara yang benar-benar aman dan damai adil demokratis dan sejahtera.

Termasuk terbebasnya dari serangan penyakit-penyakit tadi.

Namun, semua pemimpin pemerintah dan setiap generasi, menurut SBY, bertangggungjawab dan memiliki kewajiban untuk membuat Indonesia semakin baik.

"Karenanya melalui mimbar ini saya mengajak seluruh kader dan simpatisan Partai Demokrat untuk membantu negara dan pemerintah menjalankan tugas dan kewajibannya," ujar SBY.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com