Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menjelaskan, penulis adalah profesi yang diakui di administrasi pajak sebagai pekerja bebas.
Oleh karena itu, boleh menghitung pajak dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
"Intinya, penulis yang penghasilan setahun tidak melebihi Rp 4,8 miliar boleh menggunakan ini, dan penghasilan netonya diakui (deemed) sebesar 50 persen, baru dikurangi PTKP dan dikenai pajak sesuai tarif berlaku," kata Prastowo seperti dikutip dari laman facebook miliknya, pada Kamis (7/9/2017).
Menurut Yustinus, pangkal masalah kemungkinan ada pada PPh Pasal 23 atas royalti penulis buku, yang dipotong 15 persen atas jumlah bruto.
Umumnya jatah royalti penulis adalah 10 persen dari penjualan, yang dipandang cukup kecil.
Dengan demikian, jika tarif 15 persen berlaku untuk rentang penghasilan kena pajak antara Rp 150 juta hingga Rp 250 juta, maka penulis setidaknya mendapat penghasilan jual buku setara Rp 1,5 miliar hingga Rp 2,5 miliar.
Sebelumnya, penulis Tere Liye telah memutuskan hubungan dengan penerbit, yakni Gramedia Pustaka Utama dan Republika lantaran adanya persoalan pajak tersebut.
Tere Liye menilai, pemerintah selama ini tidak adil terhadap profesi penulis buku. Pasalnya, pajak yang dibebankan kepada penulis dirasa lebih tinggi ketimbang profesi-profesi lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.