JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sudah meminta Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan untuk mengkaji serta mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh para penulis.
Harapannya, ditemukan apa yang menjadi akar persoalan terkait pajak bagi penulis.
Menurut dia, ada tiga hal yang menjadi persoalan dan perlu dipikirkan penyelesaiannya.
Pertama, terkait administrasi.
"Kalau masalahnya administrasi yang kompleks, maka kami perlu menyederhanakan, sehingga memudahkan para pembayar pajak untuk bisa melaksanakan tugasnya, yaitu membayar pajak dengan baik," kata Sri usai menghadiri Diklat Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (9/9/2017).
(baca: Pajak Penulis Selangit, Tere Liye Putus Kontrak 2 Penerbit)
Kedua, lanjut dia, terkait dengan aspek keadilan. Pada aspek ini, pemerintah tetap akan mengacu pada undang-undang yang berlaku.
"Kalau masalahnya keadilan, rate pajak, kalau itu ditetapkan di UU, maka kami belum bisa," kata Sri.
Namun demikian, jika aturan tersebut tidak memenuhi asas-asas keadilan, maka pihaknya bisa mengusulkan kepada DPR untuk dilakukan perubahan undang-undang.
"Karena kami butuh dari DPR dan kami bisa mengajukan (perubahan) UU untuk membahas rate dari income tax yang dianggap baik," kata Sri.
(baca: Apa Sebenarnya Akar Masalah Pajak Penulis yang Dikeluhkan Tere Liye?)
Ketiga, kata Sri, aspek yang berhubungan dengan posisi dan kepentingan pemerintah.
"Hal-hal ini akan saya lihat dan minta kepada tim untuk mengkaji, kalau memang ada di dalam peraturan perundang-undangan untuk bisa kita lakukan," kata Sri.
Sri menekankan, pemerintah sesungguhnya mendukung berbagai hal yang bersifat kreatif. Bagi Sri, hal yang bersifat kreatif perlu mendapat mendukungan penuh.
(baca: Protes Tere Liye dan Jalan Sunyi Dunia Literasi)
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menjelaskan, penulis adalah profesi yang diakui di administrasi pajak sebagai pekerja bebas.
Oleh karena itu, boleh menghitung pajak dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
"Intinya, penulis yang penghasilan setahun tidak melebihi Rp 4,8 miliar boleh menggunakan ini, dan penghasilan netonya diakui (deemed) sebesar 50 persen, baru dikurangi PTKP dan dikenai pajak sesuai tarif berlaku," kata Prastowo seperti dikutip dari laman facebook miliknya, pada Kamis (7/9/2017).
Menurut Yustinus, pangkal masalah kemungkinan ada pada PPh Pasal 23 atas royalti penulis buku, yang dipotong 15 persen atas jumlah bruto.
Umumnya jatah royalti penulis adalah 10 persen dari penjualan, yang dipandang cukup kecil.
Dengan demikian, jika tarif 15 persen berlaku untuk rentang penghasilan kena pajak antara Rp 150 juta hingga Rp 250 juta, maka penulis setidaknya mendapat penghasilan jual buku setara Rp 1,5 miliar hingga Rp 2,5 miliar.
Sebelumnya, penulis Tere Liye telah memutuskan hubungan dengan penerbit, yakni Gramedia Pustaka Utama dan Republika lantaran adanya persoalan pajak tersebut.
Tere Liye menilai, pemerintah selama ini tidak adil terhadap profesi penulis buku. Pasalnya, pajak yang dibebankan kepada penulis dirasa lebih tinggi ketimbang profesi-profesi lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.