Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Presiden Jokowi Harus Tepati Janji Tuntaskan Kasus Munir

Kompas.com - 08/09/2017, 20:07 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri mengatakan, Presiden Joko Widodo harus segera menepati janjinya terkait penuntasan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.

Menurut dia, hal itu harus dilakukan Jokowi karena sikap Menko Polhukam Wiranto yang enggan menjawab pertanyaan wartawan soal penuntasan kasus Munir.

Sikap Wiranto dinilai kontraproduktif dan berpengaruh buruk pada upaya penegakan hukum.

"Ketidakmampuan Presiden untuk menjawab justru ditelikung oleh Wiranto yang sekarang berani mengeluarkan pernyataan kontraproduktif dengan posisinya sebagai Menko Polhukam," ujar Puri saat dihubungi, Jumat, (8/9/2017).

Baca: Suciwati: Hari Ini, 13 Tahun Lalu, Suami Saya Dibunuh dengan Cara Curang dan Pengecut...

Wakil Koordinator Kontras Puri Kencana Putri saat ditemui di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/10/2016).Kristian Erdianto Wakil Koordinator Kontras Puri Kencana Putri saat ditemui di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/10/2016).
Puri mengatakan, Presiden Jokowi memiliki kewajiban untuk mengumumkan hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Pembunuhan Munir, seperti yang diminta oleh Suciwati, istri Munir.

Pengungkapan hasil TPF kepada publik menunjukkan seberapa besar kemauan politik Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus Munir.

"Presiden wajib menjawab pertanyaan istri Munir, Suciwati, yang sampai saat ini menunggu kepastian untuk segera mengeluarkan dan mengumumkan laporan isi TPF kematian Munir," ujar Putri.

Saat Aksi Kamisan ke-505, Suciwati mengatakan, Presiden Joko Widodo pernah berjanji akan menuntaskan kasus Munir saat mengundang 22 pakar hukum dan HAM pada 22 September 2016 lalu.

Pada 14 Oktober 2016, Presiden Jokowi menunjuk Jaksa Agung untuk kasus Munir dan meminta segera bekerja menindaklanjuti kasus Munir berdasarkan temuan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus kematian Munir.

Baca: "Ngopi Bareng Munir" di Seberang Istana...

Namun, hingga saat ini, Suciwati menilai, pemerintah terkesan saling lempar tanggung jawab meski Komisi Informasi Pusat mengabulkan permohonan informasi dan meminta pemerintah mengumumkan hasil investigasi TPF.

"Sampai hari ini kami para pencinta keadilan dan kebenaran tidak kenal lelah untuk terus menunggu kabar penegakan hukum dan HAM lewat janji Nawacita," kata dia.

"Sungguh...kami rindu Presiden yang berani dan menepati janji," kata Suciwati.

Aktivis HAM Munir Said Thalib yang akrab disapa Cak Munir meninggal dunia dalam perjalanan menuju Belanda, negeri yang menjadi tujuannya bersekolah.

Baca: Idealisme Munir dan Ironi Kematian di Pesawat Garuda...

Dia diracun dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta menuju Amsterdam, yang sempat transit di Singapura pada 7 September 2004.

Proses peradilan telah digelar untuk mengadili pelaku pembunuhan Munir.

Dalam kasus ini, pengadilan telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang saat itu sedang cuti, sebagai pelaku pembunuhan Munir.

Sejumlah fakta persidangan juga menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara dalam kasus pembunuhan ini.

Namun, pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala dakwaan.

Kompas TV Istri almarhum aktivis HAM Munir, Suciwati mengaku kecewa dengan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan keputusan komisi informasi pusat terkait dokumen tim pencari fakta. Suciwati menilai putusan PTUN sama saja dengan melegalkan kejatahan negara atas dugaan menyembunyikan atau menghilangkan dokumen tim pencari fakta kasus munir. Suciwati menganggap putusan PTUN bertentangan dengan fakta-fakta bahwa dokumen telah diserahkan kepada pemerintah di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Suciwati juga menganggap terjadi kejanggalan dalam pemeriksaan permohohan di PTUN karena dilakukan tidak secara terbuka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com