Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Ditangkap KPK, MA Bantah Pengawasan dan Pembinaan Tak Berjalan Baik

Kompas.com - 08/09/2017, 16:23 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Abdullah membantah anggapan bahwa sistem pembinaan dan pengawasan MA terhadap hakim dan aparatur pengadilan tidak berjalan baik.

Anggapan itu muncul setelah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan operasi tangkap tangan atas kasus dugaan suap terhadap hakim anggota Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu Dewi Suryana dan panitera pengganti di PN Tipikor Bengkulu Hendra Kurniawan.

"Pembinaan dan pengawasan kami sudah maksimal, regulasinya juga sudah begitu ketat, aturan UU sudah sangat rigid. Kode etik hakim semua sudah ada," kata Abdullah, di Gedung MA, Jakarta, Jumat (8/9/2017).

Menurut Abdullah, OTT yang dilakukan KPK merupakan hasil pengawasan ketat yang telah dilakukan MA.

Baca: 
KPK Tetapkan Hakim dan Panitera PN Tipikor Bengkulu sebagai Tersangka

Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Suryana (tengah) digiring petugas ke gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/9/2017). KPK mengamankan Suryana usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama/17ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Suryana (tengah) digiring petugas ke gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/9/2017). KPK mengamankan Suryana usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama/17
Ia mengatakan, OTT itu bisa dilakukan KPK karena informasi awal dari MA.

"OTT ini salah satu hasilnya. Jadi pihak yang memberikan pernyataan bahwa masih adanya OTT menunjukkan pola pembinaan dan pengawasan tidak jalan, itu merupakan pernyataan yang tidak benar," kata dia.

Abdullah menegaskan, selama ini pembinaan dan pengawasan hakim dan aparatur pengadilan yang dilakukan MA melalui pengadilan tingkat pertama, tingkat banding sampai ke MA sudah sangat ketat.

"Peraturan yang telah dikeluarkan MA dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan ini sudah cukup ketat. Mulai dari penegakan disiplin, kemudian pembinaan dan pengawasan serta pengaduan masyarakat," ujar dia.

"Misalnya, aparatur pengadilan dilarang berhubungan langsung dengan pihak lain yang berhubungan dengan perkara. Masyarakat juga dapat mengadu ke MA melalui aplikasi yang telah ada, tidak harus secara fisik," lanjut dia.

Baca: MA Berhentikan Hakim dan Panitera PN Bengkulu yang Kena OTT KPK

Pembinaan dan pengawasan itu dilakukan MA karena memang ada kerawanan akan potensi penyalahgunaan yang berkaitan dengan pihak yang berperkara.

"Pengadilan ini adalah wilayah sensitif dan berpotensi menimbulkan masalah. Rawan dan potensial terjadi penyimpangan perilaku dari unsur masyarakat yang menawarkan berbagai iming-iming janji untuk mendapatkan sesuatu," kata Abdullah.

"Makanya kami imbau agar masyarakat tidak memberikan tawaran-tawaran kepada aparatur pengadilan guna menciptakan budaya anti korupsi," kata dia.

Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) mempertanyakan sistem pembinaan hakim yang berjalan di MA. Hal itu merespons OTT yang dilakukan KPK di Bengkulu pada Rabu, (6/9/2017) malam.

Dalam OTT KPK itu, ada hakim dan panitera yang turut diamankan.

Baca: 
Suap Hakim dan Panitera PN Tipikor Bengkulu Diduga Terkait Putusan

KPK menduga, ada suap yang melibatkan oknum penegak hukum setempat.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Dewas KPK Heran Dilaporkan Ghufron ke Bareskrim Polri

Nasional
Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Wapres Kunker ke Mamuju, Saksikan Pengukuhan KDEKS Sulawesi Barat

Nasional
Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Momen Jokowi Jadi Fotografer Dadakan Delegasi Perancis Saat Kunjungi Tahura Bali

Nasional
Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Berjasa dalam Kemitraan Indonesia-Korsel, Menko Airlangga Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari GNU

Nasional
Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nadiem Ingin Datangi Kampus Sebelum Revisi Aturan yang Bikin UKT Mahal

Nasional
Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Saksi Kemenhub Sebut Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ Tak Terkait Kualitas Konstruksi

Nasional
Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Puan Maharani: Parlemen Dunia Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret Atasi Krisis Air

Nasional
Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Hari Ke-10 Keberangkatan Haji: 63.820 Jemaah Tiba di Madinah, 7 Orang Wafat

Nasional
Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Jokowi: Butuh 56 Bangunan Penahan Lahar Dingin Gunung Marapi, Saat Ini Baru Ada 2

Nasional
Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 Bersandar di Jakarta, Prajurit Marinir Berjaga

Nasional
Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Erupsi Gunung Ibu, BNPB Kirim 16 Juta Ton Bantuan Logistik untuk 1.554 Pengungsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com