JAKARTA, KOMPAS.com - Lima terpidana kasus korupsi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan remisi pada Pasal 14 Ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Kelima narapidana tersebut adalah Suryadharma Ali, OC Kaligis, Irman Gusman, Barnabas Suebu, dan Waryana Karno.
Mereka meminta agar ketentuan dalam pasal tersebut tidak berlaku selama dimaknai tidak untuk narapidana kasus korupsi.
"Menyatakan Pasal 14 Ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bertentang dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang dimaknai 'pemberian remisi tidak berlaku juga untuk napi korupsi'," kata Muhammad Rullyandi, kuasa hukum para pemohon, dalam sidang panel yang mengagendakan pembacaan permohonan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Kamis (24/8/2017).
Baca: Jokowi Tolak Remisi Koruptor Dipermudah, Menkumham Ambil Jalan Tengah
Ia mengatakan, pasal tersebut tidak menyebutkan bahwa narapidana kasus korupsi tidak boleh mendapatkan remisi.
Adapun ketentuan remisi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Pemasyarakatan.
PP ini menyebutkan bahwa seorang narapidana kasus korupsi berpeluang mendapat remisi jika menjadi justice collaborator.
Meski demikian, yang menentukan narapidana bisa menjadi justice collaborator adalah penegak hukum, dalam hal ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca: Yasonna Akan Bertemu dengan Lima Guru Besar Penolak Revisi Remisi Koruptor
Menurut Rullyandi, aturan ini merugikan pihaknya.
Padahal, ia menilai, UUD 1945 tidak bersifat diskriminatif dengan mengecualikan seorang narapidana tertentu untuk mendapatkan remisi.
"Di UUD 1945 Pasal 27 semua sama di mata hukum. Pasal 28 d (UUD 1945), menyebutkan bahwa semua berhak atas kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Pasal 28i ayat 2, semua bebas atas perlakuan diskriminatif," kata dia.
Menanggapi permohonan tersebut, tiga hakim konstitusi memberikan sejumlah saran.
Tiga hakim MK itu adalah Manahan MP Sitompul, Aswanto, dan Wahiduddin Adams.
Aswanto mempertanyakan materi permohonan yang diajukan.
"Ini yang diuji UU Pemasyarakatan atau PP-nya (PP nomor 99/2012)?" kata Aswanto.
Ia meminta pemohon lebih rinci menjelaskan konstruksi hukum atas permohonan tersebut.
Ditemui usai persidangan, Suryadharma Ali (SDA) berharap agar MK dapat mengabulkan permohonan yang diajukan.
Ia mengatakan, akan memperbaiki permohonan sesuai saran-saran yang disampaikan hakim konstitusi.
"Kami diminta membangun konstruksi hukum yang lebih baik," kata Suryadharma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.